48. Lugu-Lugu Mematikan

381 47 0
                                    

Mungkin hari ini esok atau nanti by:Anneth Delliecia🎼

Masih di tempat yang sama. Bunga meneteskan air matanya. Sedangkan Askara menatap penuh dengan kebencian. Albarra menatap Bunga kasihan. Albarra dengan keadaan yang tidak bisa bergerak ditemani orang suruhannya Askara yang sedang duduk tepat di belakangnya Albarra.

Bunga meneteskan air matanya. "Gue benar-benar nggak tau sama lo. Gue nggak kenal sama lo. Dan, soal Sherin yang meninggal. Gue benar-benar nggak tau kabar duka itu." Bunga merosotkan tubuhnya terkulai kemasan bersandar pada dinding yang penuh denah debu.

"Maaf, gue minta maaf kalau gue salah," sambung Bunga.

Askara menghampiri Bunga dan mencekal kuat dagunya Bunga. Lalu, menamparnya pipi Bunga dengan kuat. Albarra hanya memekik. Ia tidak bisa menolong Bunga.

"Kalau gue salah lo bilang? Lo emang salah! Lo minta maaf? Gue nggak bakal maafin! Karena semuanya udah terlambat! Sherin udah nggak ada di dunia lagi!" Bunga meringis dengan air mata yang sudah banjir.

"Lo jangan sakiti Bunga!" Pekik Albarra.

Askara membalas dengan cengiran. Lalu, berjalan mendekat ke arah Albarra. "Karena lo suka sama dia 'kan?" Tunjuk Askara ke arah Bunga.

"Lo bodoh Bar. Lo terlalu baik sama ini cewek! Sampai-sampai lo mau bantuin dia untuk cari pesan asli itu 'kan?" Askara tersenyum smirk.

"Dia cuman manfaatin kebaikan lo!" Sambung Askara.

Bunga terkejut dengan pernyataan dari Askara. Askara mengetahui segalanya.

"Kalian pasti kaget 'kan? Kenapa gue bisa tau semuanya?"

"Gue selalu ikut kemanapun lo pergi. Gue mata-matiin lo. Entah, gue yang terlalu cerdas. Atau lo yang terlalu bodoh." Askara menoyor kepala Bunga.

Bunga memelintir tangan Askara yang berada di kepalanya. "Oh ... Mulai berani ngelawan ya?" Askara menoleh ke orang suruhannya. Lantas orang suruhannya mengikat Bunga seperti yang dilakukannya ke Albarra.

"Gue udah pernah bilang. Jangan pernah main-main sama gue! Otak lo emang bebal. Kalau aja lo nggak abaikan kertas yang gue kasih ke lo itu. Pasti semua yang terjadi sama lo sampai saat ini nggak bakalan terjadi!" Bunga melihat Askara dengan tatapan lirih. Ia mendengarkan semuanya.

"Jadi ini semua yang terjadi selama ini ulah lo?" Tanya Bunga.

Askara mendekat ke Bunga. "Benar! Benar banget!"

"Oke, sedikit gue jelaskan secara ulang lagi, mungkin lo lupa," sambung Askara.

"Mulai dari yang gue kasih kertas pesan rahasia itu. Tangan Maya yang kena saos, itu ulahnya gue. Sengaja supaya lo curiga ke Maya!"

"Loker lo, gue yang isi tikus. Lo cerita ke gue kalau lo curiganya ke Shakira 'kan? Lo masih ingat? Kalau gue dukung ke curigaannya lo supaya lo juga curiga sama Shakira." Bunga dan Albarra masih diam mendengarkan Askara menjelaskannya.

"Waktu lo sama Seraga ada di perpustakaan. Itu juga gue yang potoin! Itu sih gue cuma iseng aja lihat kalian. Itu kesalahan kecil lo yang gue buat jadi kesalahan besar!" Askara berhenti sebentar.

Lalu, Bunga memotong ucapannya Askara. "Lo jahat Ra!" Pekik Bunga.

Askara meletakkan jari telunjuknya tepat pada bibirnya Bunga. "Diam dulu say, gue belum kelar ngomongnya." Askara tersenyum devil.

"Dan! Bagai disambar kebahagiaan. Hati gue senang dengar kabar dari lo. Bahwa ayah lo sama papa Seraga musuhan! Sumpah, sih gue nggak nyangka. Itu di luar ekspektasi gue. Dan gue senang banget!" Askara tersenyum licik.

Nirguna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang