47. Musuh Dalam Sahabat

325 44 7
                                    

Bunga bangun pagi-pagi sekali. Karena ia ingin mencari tau siapa dalang dari semua ini.

Ia bergegas menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya agar bisa lebih lanjut mencari tau orang itu.

Setelah selesai. Ia turun ke bawah. Saat sampai di bawah ia terkejut. Saat melihat Zaynaqila, dan Askara datang tanpa, diundang.

"Na, main yuk," ajak Zaynaqila.

"Gue nggak bisa." Bunga berjalan menuju teras rumahnya.

Zaynaqila, dan Askara berjalan mengikuti Bunga. "Emang lo mau ke mana? Pagi-pagi udah rapi begini," tanya Askara.

"Gue ada janjian sama Barra." Tidak berapa lama. Datanglah Albarra dengan mobil yang di kendaraannya.

Bunga berjalan ke luar pagar. Lalu, masuk ke dalam mobilnya Albarra. "Gue nggak bisa ikut kalian. Maaf!" Teriak Bunga saat sudah duduk di sampingnya Albarra.

Persetan kalau mereka mengumpatkan dirinya. Lagian kumpul-kumpul begitu juga tidak ada gunanya. Lebih baik ia mencari tau siapa orang itu.

Bunga dan Albarra telah sampai di taman tempat biasa mereka bertemu.

Bunga masih membawa barang-barang yang ditemukan beberapa bulan yang lalu.

Wanti-wanti kalau ada sesuatu yang diperlukan.

"Lo punya ide Bar?" Tanya Bunga kepada Albarra yang berada di sampingnya.

Lalu, Albarra menjawab dengan sigap. "Lo pernah diterornya melalui sosial media?" Tanya Albarra.

Sedari kemarin malam Albarra ingin menanyakan ini kepada Bunga. Namun, ia urungkan. Lagian juga Bunga sudah tidur.

Bunga mengingat-ingat. Lantas ia tersenyum. Lalu, merogoh handphone-nya di kantung celananya.

"Lah, gue nggak bawa handphone," ujar Bunga panik.

"Coba lo periksa lagi," ujar Albarra santai.

Bunga mengecek ulang di kantung celananya. Namun, tetap juga tidak ada. "Nggak ada. Apa mungkin gue lupa ya." Bunga panik lagi.

"Coba lo cek di dalam tas lo tuh," tutur Albarra menunjuk ke arah tasnya Bunga.

Lantas Bunga merogoh tasnya. Lalu, menampilkan wajah cengengesan sambil menunjukkan benda pipih ke arah Albarra.

Albarra berdecak. "Makanya jangan cepat panik. Lain kali lo harus pintar menentukan sikap. Jangan gegabah," tutur Albarra menasehati.

Bunga mengangguk. "Siap. Makasih nasehatnya."

Bunga mengecek handphonenya secara perlahan. Ia ingat waktu seseorang asing yang mengirimkannya pesan.

"Dapat nih," ujar Bunga semangat menyerahkan handphone-nya kepada Albarra.

"Yaudah. Coba lo telepon. Ajak ketemuan. Nah, otomatis lo lihat deh siapa orangnya."

"Kalau dia ngapa-ngapain gue?" Tanya Bunga sedikit ragu.

"Lo tinggal teriak. Lo teriakin nama gue," jawab Albarra.

Bunga masih tampak ragu. "Jangan ragu. Semuanya pasti baik-baik aja." Albarra meyakinkan Bunga.

Setelah berpikir. Bunga mengangguk paham. Lalu, ia memencet tombol telepon. Tidak butuh waktu lama. Panggilan pun sudah tersambung.

Tidak ada sahutan di seberang sana. "Gue mau jumpa sama lo!" Pekik Bunga.

Tidak ada sahutan. "Gue udah tau arti dari kertas yang lo kasih ke gue!"

Tidak ada sahutan lagi. "Gue udah tau!" Pekik Bunga lagi dan lagi.

Nirguna [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang