Kehilangan (instrumental) by: Christina 🎼
Sudah 2 hari sejak kepergiannya Askara. Ia masih enggan untuk keluar rumah.
Orangtuanya Askara menangis karena telah kehilangan seorang anak perempuan. Anak satu-satunya mereka.
Bunga menceritakan semuanya kepada sahabat, dan abangnya. Mereka terkejut sekaligus tidak percaya. Bahwa Askara lah pelakunya. Tapi, emang itulah kenyataannya.
Ia pun sudah tidak bertemu dengan Albarra sejak kejadian itu. Ia jadi lebih sering menyendiri. Hermansyah yang menyadari itu pun terheran-heran. Namun, dengan sigap Arga menjawab 'Bunga hanya belum mengikhlaskan kepergian sahabatnya'.
Tidak mungkin Arga menceritakan kejadian sebenarnya kepada Hermansyah. Bisa-bisa Hermansyah mengamuk.
Bunga termenung. Menatap foto berbingkai kecil. Isinya ada Bunga dan Sherina. Mereka yang mengenakan seragam SMP.
Kala itu mereka ada di sebuah taman yang berada di Bandung. Kalau, ingat-ingat Bandung. Ia jadi, rindu dengan suasana kota kelahirannya.
Sejak meninggalnya Askara. Bunga langsung menghampiri Erlan, dan menanyakan di mana makamnya Sherina Lalu, Erlan menjawab makamnya Sherina berada di kota Bandung. Lalu, ia berpikir untuk mengunjungi Bandung. Di sana ia bisa menginap di rumah omanya. Sekalian ingin mengunjungi sang oma. Sudah lama ia tidak bertemu dengan omanya.
Di sana juga ada adiknya Elis. Yang waktu itu datang melayat meninggalnya Elis. Juga ada sepupu kecilnya Bunga.
Libur sekolah masih ada seminggu lagi. Itu artinya ia masih sempat untuk berkunjung ke rumah sang oma.
Ia pun bangkit dari posisinya, dan berjalan ke luar kamarnya. Lalu, menghampiri sang ayah yang sedang berada di ruang kerja.
Bunga memasuki ruang kerja ayahnya. Lantas, duduk di depan ayahnya. "Yah," panggil Bunga kepada Hermansyah yang sedang berkutat pada laptopnya.
Hermansyah menutup laptopnya lantas menoleh ke arah Bunga. "Iya, Na."
"Bunga, pingin ke Bandung. Jumpain oma sekalian ziarah ke makamnya Sherin." Hermansyah sangat kenal dengan Sherina.
Hermansyah juga sudah tau dari Bunga bahwa Sherina telah tiada. "Yaudah Na."
"Berapa hari?" Tanya Hermansyah.
"Seminggu. Ayah ikut 'kan?" Hermansyah terdiam. Ia kalang kabut untuk menjawab.
Ia berpikir sejenak. "Ayah nggak bisa Na. Ada tugas yang harus ayah selesaikan." Alasan klasik yang selalu diandalkan oleh orang kantoran seperti Hermansyah.
"Yaudah deh. Kalau gitu, Bunga sama bang Arga aja deh." Hermansyah kembali terdiam.
"Bang, Arga enggak bisa Na. Bang Arga mau mendaftar kuliah di sini." Bunga mengerucutkan bibirnya.
"Itu 'kan nggak meski sekarang, ayah. 'kan bisa pulang dari Bandung ayah. Masa iya Bunga harus sendiri pergi ke Bandung." Bunga mengerucutkan bibirnya lagi.
Hermansyah menghela nafas panjang. Lalu, ia menjawab. "Yaudah. Terserah kamu. Coba kamu tanya dulu sama bang Arga. Dia mau nggak." Lalu, sontak Bunga berdiri dari duduknya. Dan tersenyum ke arah Hermansyah. "Makasih ayah paling baik sedunia!" Hermansyah tersenyum kikuk.
• • •
Bunga dan Arga sudah sampai di depan pagar rumahnya oma. Bunga masih sangat ingat jalan ke rumah oma. Begitu juga dengan Arga.
Mereka mengetuk pintu depan. "Assalamualaikum, oma." Tidak ada jawaban.
Bunga kembali mengetuk pintunya. "Oma ... Ini Bunga sama bang Arga." Lalu, keluarlah perempuan paruh baya dengan rambut yang sudah berwarna putih. Setelan mirip seperti orangtuanya jaman dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nirguna [End]
Teen Fiction[follow sebelum membaca] Judul awal : Bunga Part lengkap Bunga Lestarisa Anderan Perempuan remaja yang selalu gagal dalam percintaan. Pada awalnya ia menyukai seseorang dengan begitu tulus namun, kecewa yang didapat. Seakan tidak jera ia kembali men...