17. Lovesick 💍

5K 456 50
                                    

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Bayangan Adya dan Irena adalah hal terakhir yang Kyara ingat sebelum tubrukan keras dari belakang membuatnya tersentak. Seat-belt dan Kantong udara yang langsung menggembung menyelamatkan bagian depan kepalanya dari hantaman setir. Meski begitu, gejolak akibat trauma pada organ dalamnya yang ikut tertolak membuat Kyara merasa sesak dan mual.

Belum pulih dari rasa terkejut, sudut mata Kyara menangkap sebuah balok besi terayun dari arah samping. Refleks Kyara memutar penuh kemudinya. Porsche pun berbelok tajam hingga ban yang beradu dengan tanah berdecit, menerbangkan debu. Pelipis kanan Kyara terantuk kaca jendela berulang kali saat mobilnya berguncang.

Balok besi yang mengayun pada tuasnya menubruk pagar pembatas sebelum jatuh berdegum. Udara yang ikut bergetar merambat dan beresonansi, menyalakan alarm keamanan pada beberapa mobil yang terpakir di sana.

Di balik setir Kyara terhenyak. Yang barusan itu nyaris sekali. Air mata yang sempat terhenti kembali mengukir jejak di pipinya yang belum kering sempurna. Dengan terhuyung, Kyara berusaha keluar dengan berpegangan pada badan mobil. Kerumunan orang dan bunyi klakson yang bersahut-sahutan membuat lututnya semakin melemas.

"Kyara!"

Adya berlari dari aula utama dan menyerukan nama Kyara. Kekacauan yang terjadi membuat hatinya berkecamuk. Balok besi bergelimpangan di depan terrain crane yang terparkir dengan tidak semestinya, tepat di sebelah sedan putih milik Kyara. Jantung Adya seperti diremas menyaksikan kap bagian belakang mobil istrinya ringsek.

Mata Adya mulai perih. Langkahnya terhenti saat mendapati Kyara duduk berjongkok tak jauh dari Porsche sambil memeluk lengan. Napas yang sedari tadi ditahannya terhembus. Secepat kilat Adya menghampiri istrinya tersebut.

"Kyara! Kau bisa mendengarku?"

Pandangan Kyara yang memburam perlahan menangkap sosok Adya. Ia mengangguk terpatah. Dadanya menjadi semakin sesak saat menyadari sorot mata penuh kekhawatiran yang terpeta di wajah suaminya itu masih sama, tidak berubah termakan waktu.

Satu penegasan singkat dari Kyara membuat Adya serta merta berlutut, menarik tubuh istrinya tersebut dan mendekapnya erat. Adya mengelus  punggung Kyara dam merapikan anak rambut yang tergerai di wajahnya. Bahu dan puncak kepala Kyara dikecupnya bergantian.

"Mas Adya ...." lirih Kyara. Wangi parfum lain yang tersisa di kemeja Adya kembali menghadirikan perasaan mawas dalam dirinya. Sambil sesenggukan ia mengusap dada suaminya. Berharap harum menyengat tersebut pudar.

"Ada yang sakit?" Adya melonggarkan pelukannya sambil memindai tiap bagian tubuh istrinya. Hanya lebam pada bagian pelipis Kyara yang ia temui, tetapi itu sudah cukup menyulut emosinya hingga ke ubun-ubun. Tanpa perlu jawaban, Adya tahu Kyara pasti merasa kesakitan.

"Apa yang kalian lakukan!" Adya berteriak pada petugas lapangan yang berkerumun. "Kalian baru saja membahayakan nyawa istriku!"

Suasana yang semula riuh rendah berangsur hening. Para pekerja maupun staf yang keluar dari gedung kantor tidak ada yang berani bersuara. Beberapa di antara staf wanita hanya meleparkan argumen lewat isyarat mata.

Kyara mendongak. Urat-urat di leher Adya tampak makin kentara. Detak jantungnya pun terdengar kian memburu. Seorang driver yang mengemudikan crane disusul pengawas yang berjaga di sektor lalu lintas kendaraan mendatangi mereka sambil menunduk dalam-dalam.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang