16. Eye to Eye 💍

4.1K 432 79
                                    

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Kebisingan di lokasi proyek masih belum akrab di telinga Kyara. Bunyi alat berat dan denting yang bertalu-talu dari los kerja besi terasa mengetuk-ngetuk gendang telinga. Getar alat bor raksasa yang menghujam pun sesekali menginterupsi, menelan segala bunyi dengan dentumannya yang keras.

Hingar-bingar suara pekerja dan hempasan debu terasa makin nyata saat Porsche yang dikendarai Kyara memasuki gerbang. Setelah menemukan tempat parkir yang tepat, Kyara turun dari mobilnya dan mengamati sekeliling.

Penduduk yang berakitivitas di sekitar wilayah proyek tampak tidak terganggu. Pembangunan memang telah berlangsung beberapa bulan, tampaknya habituasi akustik membuat meristan dengan kebisingan. Sejenak Kyara teringat pada Tarsius yang ketakutan bila mendengar suara bising. Hewan memiliki pola adaptasi yang berbeda dengan manusia. Mereka lebih rentan mengalami stres.

"Ah, anak kucing!" Kyara berujar kaget begitu mendapati seekor anak kucing berlari dari bawah mobil yang terparkir ke arahnya. Ia lantas berjongkok, mengelus punggung kucing kecil tersebut yang langsung menjilati jarinya sambil mengosok-gosokkan badan.

"Lucu sekali!" Kyara mengelus kepala anak kucing yang mendongak menatapnya. Ia lalu menoleh kanan-kiri, tidak seharusnya anak kucing tersebut masuk ke area parkir. Kendaraan proyek lalu-lalang.

"Di mana rumahmu? Kamu tersesat dan terpisah dari ibumu, ya?"

Tidak ada jawaban, tentu saja. Meski begitu, Kyara memutuskan untuk menggedong anak kucing tersebut, menyembunyikannya dalam cardigan lalu mengendap-endap keluar dari lokasi proyek. Setelah menimbang-nimbang, ia menuju salah satu warung makan yang paling jauh dari jalan raya.

"Tunggu ibumu di sini, ya ...." ujar Kyara sambil membelai si kucing penuh kasih. Binar matanya membuat ia jadi tidak tega meninggalkan kucing yang mungkin baru berumur dua bulan tersebut seorang diri. Apalagi saat ia beranjak, kucing kecil itu mengikutinya dari belakang.

"Jangan ikut, bahaya!" Kyara menahan langkah lalu berbalik kembali saat kucing kecil tersebut tidak mengindahkan kata-katanya. Ia berpikir sebentar kemudian mengeluarkan kotak bekal Adya dari paper bag yang ditentengnya dan mencuil daging ikan yang empuk.

"Maaf, kucing kecil. Aku tidak bawa makanan khusus untuk anak kucing sepertimu. Makan ikan ini saja, ya. Mas Adya pasti tidak akan marah bila bekalnya dibagi untukmu."

Begitu memastikan si kucing kecil makan dengan lahap, Kyara bergegas kembali ke kantor Adya. Berulang kali ia berbalik melambaikan tangan, sampai hampir tersandung kerikil. Beberapa pekerja yang menuju kantin dan berpapasan dengannya serta-merta menyapa. Kyara membalas dengan tersenyum tipis. Orang-orang di proyek ini mulai mengenalinya, padahal ia baru sekali berkunjung.

Setelah menaiki tangga, Kyara berbelok dan mempercepat langkah menuju ruang kerja Adya. Kyara mendapati koridor yang terlihat lengang. Ruang rapat juga terkunci. Ia pun bebas melenggang sambil berlari-lari kecil dengan gembira.

Tepat saat tersisa beberapa langkah lagi dari pintu ruang kerja Adya, samar-samar ia mendengar suara orang berbincang dari dalam. Perasaan Kyara mendadak kecut mendengar gelak tawa seorang perempuan.

"Perempuan? Di dalam ruang kerja Mas Adya?"

Kyara ingin menyakinkan diri bila perempuan yang ada di dalam sana adalah satu dari rekan kerja Adya dan mereka tidak membahas apapun selain urusan proyek, tetapi apa yang ia saksikan dari celah pintu yang tidak tertutup rapat membuat hatinya seperti tersayat oleh ribuan belati sekaligus.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang