💕Happy-Reading💕
.
.
.
Karena aku mencintaimu, Mas!
Kata-kata Kyara terdengar seperti gema yang berdenting mengetuk-ngetuk telinga. Membayangi hari-hari Adya yang belakang ini terasa hampa. Tiga hari telah berlalu sejak jamuan makan malam keluarga Marzuki. Semenjak itu pula, Kyara menarik diri dan menghindar darinya. Tidak ada komunikasi yang berarti selain jawaban singkat, dan Adya mendapati dirinya begitu merindukan suara Kyara saat ini.
Adya tidak pernah terbuka dan bercerita banyak pada orang lain. Ia tidak biasa mengeluhkan sesuatu pada orang tuanya. Jabatan ayahnya yang sarat problematika dan penyakit jantung sang bunda membuat Adya berpikir ribuan kali untuk membagi kesah pada mereka.
Pun demikian pada teman-temannya. Adya menyaksikan sendiri bagaimana angkara dunia politik. Ia tahu betapa besar kosekuensi bagi orang-orang yang terlibat di dalamnya. Adya ingin menjaga mereka yang berada di sekitarnya agar tidak ikut terseret arus. Sebab itu untuk hal-hal pribadi, ia sangat membatasi diri.
Kyara adalah satu-satunya pengecualian. Meski setengah mati Adya mengingkari, kehadiran Kyara sebagai seorang istri berhasil meruntuhkan defensinya. Beban di pundak Adya terasa berkurang hanya dengan mengurai masalahnya di depan Kyara. Perlahan, hal tersebut menjadi kebiasaan mereka di penghujung malam. Kyara akan bertanya apa yang ia lalui sepanjang hari dan Adya memberi laporan begitu saja. Layaknya pasangan suami-istri bahagia, tanpa indikasi ingin berpisah.
Tidak. Bukan lagi pengandaian. Pada kenyataannya, Adya memang merasa bahagia. Namun, untuk pengorbanan dan penderitaan Irena, kini hatinya bimbang tak terkira.
Pandangan Adya beralih dari jalan raya, merambat ke permukaan tebing yang melingkupi kawasan tersebut. Kyara selalu bercerita tentang makhluk-makhluk penghuni gua dengan nama latin yang terdengar asing di telinganya bila lewat di sana. Ajaibnya, Adya tidak bisa pura-pura tidak tertarik. Tentang fluoresens pada invertebra, ekolokasi kelelawar, apapun itu.
Desah tertahan lolos dari bibir Adya, menyadari hampir seminggu belakangan ia dan Kyara tidak pernah berbincang lepas lagi. Bermula dari kedatangan Irena, kesenjangan di antara mereka mulai terbentuk dan berlarut sampai sekarang.
Mirisnya, Adya tidak menemukan argumen untuk membela diri. Setelah semua prasangka buruknya yang berkebalikan dengan kenyataan, ia bisa apa? Kyara pantas marah dan bersikap dingin. Bahkan bila Kyara menamparnya berulang kali, itu pun belum sepadanan.
Dengan kecut Adya mengakui bahwa dugaan yang tak berdasar yang ia susun sedemikian rupa hanyalah pembenaran untuk menyakinkan diri bila pernikahannya kelak adalah sesuatu yang patut diakhiri. Bahwa, bukan hanya dirinya yang punya alasan dangkal untuk menikah, melainkan juga Kyara. Bahwa, ia berhak melepaskan diri dan Kyara pantas ditinggalkan.
Salah besar. Tentu saja.
Adya pun tidak habis pikir bagaimana Kyara bisa besar hati menyikapinya selama ini. Terkadang ketika merenung seorang diri, perasaan Adya menggamang. Dosa yang ia pupuk semakin lama semakin bertumpuk. Untuk istri sebaik Kyara, suatu saat semesta pasti akan mengucilkan dirinya hingga di ceruk bumi terdalam.
Memasuki kawasan hutan lindung, Adya menurunkan kecepatan. Ia mematikan AC lalu menekan tombol pada central lock dan membiarkan jendela terbuka penuh. Kyara selalu mengingatkannya untuk tidak menghidupkan penstabil suhu saat jendela terbuka.
Saat larut dalam lamunan, segerombolan monyet hitam yang tiba-tiba menyeberang jalan membuat Adya refleks menekan klakson dan menginjak rem kuat-kuat. Hand brake diturunkannya dengan segera agar roda mobil tidak terus bergulir ke parit.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate Me If You Can
Romance|| Telah Terbit || WattpadRomanceID reading list Juli 2022 : Bittersweet of Marriage Life 💕💕💕 || Membawa Kyara ke desa terpencil bernama Mallawa adalah cara Adya untuk menciptakan neraka dalam rumah tangga mereka. Tujuan Adya sederhana, membuat...