💕Happy-Reading💕
Her smiles like home
___Sinar matahari mulai menyilaukan, pertanda hari beranjak semakin siang. Beberapa saat setelah keluar dari kawasan proyek, lanskap pengunungan berganti menjadi dinding-dinding batu yang menjulang tinggi dan bercelah sempit. Rasa kantuk yang menyerang Kyara akibat buaian angin pegunungan lenyap seketika, berganti menjadi rasa takjub bercampur kuriositas tingkat tinggi.
Tebing-tebing karst membentuk penghalang serupa menara yang menyerkup daerah tersebut, dikelilingi beringin raksasa berumur ratusan tahun yang menambah rindangnya suasana. Sekilas akar gantungnya yang lebat tampak menyatu dengan kolaborasi stalagmit dan stalaktit di permukaan tebing, menciptakan ornamen alam yang indah sekaligus misterius.
Kyara mengintip pada celah karst yang terbuka, membayangkan ratusan fauna endemik bermukim di sana. Dari pencahayaan lingkungan yang kurang memadai dan alur hidrologi, kemungkinan besar gua tersebut dihuni oleh binatang sebangsa kelelawar, juga dari jenis ikan dan moluska. Ada kemungkinan pula hewan-hewan tersebut telah berevolusi untuk beradaptasi dengan kegelapan. Kyara tidak mendalami lebih jauh ilmu tentang hewan dan habitatnya, tetapi daerah tersebut akan menjadi lokasi penelitian yang sangat ia rekomendasikan untuk teman-temannya di bidang biospeologi.
"Mas Adya kembali dari lokasi proyek jam berapa?" Kyara bertanya sembari mengedarkan pandangan, mencoba mencari tiang lampu jalan yang mungkin tersembunyi di balik rimbunnya pepohonan ara.
Nihil. Hanya ada cermin bulat yang ia temui di tiap tikungan.
"Tidak menentu," jawab Adya pendek. "Kalau lembur paling cepat jam 10 malam."
Kekhawatiran yang tergambar jelas di wajah Kyara saat memutar badan membuat Adya mendecakkan lidah. Sikap peduli yang selalu ditunjukkan Kyara membuatnya terusik.
"Besi pembatas dan penanda jalan di sepanjang jalur ini diberi cat berbahan fosfor yang akan bersinar bila terkena cahaya lampu," jelas Adya pada akhirnya.
Kyara ingin menyanggah, tetapi ekspresi Adya membuatnya mengurungkan niat. Ia mengamati besi pembatas antara jalan dan jurang lalu mengurut dada. Kekhawatirannya bukan tidak beralasan. Tanpa penerangan yang cukup, medan berkelok tajam tersebut pasti akan jauh lebih rumit.
Jalur yang mereka tempuh selanjutnya adalah kawasan hutan lindung di mana pepohonan lebih mendominasi. Papan peringatan untuk tidak memberi makanan pada satwa membuat Kyara menekuk dahi, sampai beberapa meter kemudian segerombolan kera yang menunggu di tepi jalan beserta tumpukan sampah bekas kemasan makanan menjawab pertanyaan yang baru terlintas di kepalanya.
"Kera-kera ini pasti menunggu makanan lagi." Kyara melambaikan tangan dengan miris. "Ah, mereka kasihan sekali. Mukanya penuh harap begitu."
"Itu karena orang-orang sering memberi makanan dan menjadikan mereka bahan tontonan." Adya ikut menghela napas.
Kyara mengamini suaminya. Sebagian orang mungkin belum paham dan menganggap perbuatan mereka adalah sebuah kebaikan kepada sesama mahkluk, tetapi memberi makanan pada hewan liar akan mematikan kemampuan mereka untuk bertahan hidup di alam. Selain berbahaya karena rawan tertabrak kendaraan, secara tidak langsung kehidupan mereka jadi tergantung pada manusia.
"Pulanglah ke hutan, anak-anak pintar!" Kyara membuka penuh kaca jendela di sisinya dan berseru. "Hutan sudah menyediakan makanan yang banyak, hutan adalah rumah kalian!"
Adya merasa tingkah Kyara sangat menggelikan, seperti hewan-hewan itu mengerti kata-kata saja. Namun ia pun terkadang melakukan hal yang sama, mengusir kawanan monyet tersebut kembali ke hutan. Meski tidak selembut yang dilakukan Kyara.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hate Me If You Can
Romance|| Telah Terbit || WattpadRomanceID reading list Juli 2022 : Bittersweet of Marriage Life 💕💕💕 || Membawa Kyara ke desa terpencil bernama Mallawa adalah cara Adya untuk menciptakan neraka dalam rumah tangga mereka. Tujuan Adya sederhana, membuat...