56. Retrieve 💍

4.1K 375 39
                                    

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Langit mendung membuat Adya bergegas pulang setelah meninjau lokasi pembangunan. Pengaspalan jalan sudah separuh selesai dan itu merupakan kemajuan besar dalam proyeknya yang berjalan lebih cepat dari estimasi waktu. Adya tidak sabar ingin memberitahukan kabar tersebut pada Kyara. Adya tidak senang mendapat pujian, tetapi bila itu dari Kyara, hatinya akan berbunga-bunga.

Belakangan ini Adya juga merasakan dorongan batin yang kuat untuk terus berada di sisi Kyara. Adya merasa harus melindungi istrinya. Padahal keadaan Kyara saat ini sudah jauh lebih sehat. Adya tidak mengerti, tetapi ia menikmati perasaan tersebut.

Hujan mulai merintik ketika Adya memasuki jalan desa. Sebagian pengawal yang berjaga di pos depan rumahnya dialihkan ke balai keamanan di kecamatan. Adya tidak ingin Kyara merasa terganggu karena banyak pengawal yang mondar-mandir. Mereka juga tetap berpatroli tiga kali sehari untuk memastikan tidak ada orang asing yang masuk ke desa.

Setelah memarkir mobil di garasi, Adya menyapa pak Aru yang sedang bekerja di kebun kemudian mengetuk pintu. Kyara pasti akan senang karena ia pulang beberapa jam lebih cepat dari biasanya. Akan tetapi, sampai ketukan ketiga berakhir, istrinya tidak kunjung membuka pintu.

"Mungkin ketiduran," batin Adya menghibur diri. Perasaannya mendadak tidak enak. Ia takut terjadi apa-apa pada Kyara di dalam.

"Kyara, Mas Adya pulang!" Adya memanggil Kyara. "Istriku, suamimu pulang!"

Adya mulai dilanda panik ketika tidak menjumpai Kyara di lantai bawah. Baru ketika menapaki tangga dan menemukan Kyara di depan kamar, senyumnya terkembang. Sayang sekali tarikan di bibirnya itu tidak berlangsung lama, hanya sesaat setelah ia menyadari Kyara menarik koper besar miliknya dengan penampilan kacau.

"Kyara ...." Adya tergemap, tidak percaya dengan penglihatannya sendiri. Dihampirinya sang istri dengan segera. "Sayang, ada apa ini? Kenapa kau seperti ini–"

"Diam! Jangan menyentuhku!" Kyara menjerit histeris. Matanya yang sembab menatap Adya dengan penuh amarah.

Adya terlonjak kaget mendapati reaksi istrinya. Sekali ini, ia yakin Kyara tengah mengingat sesuatu. Apa pun itu, yang jelas sesuatu yang buruk.

"Kyara, tenang dulu." Adya memelankan nada bicaranya. Jantungnya terasa dipelintir melihat penampilan Kyara yang memprihatikan. Wajah istrinya sangat pucat, bibirnya nyaris membiru. Adya bahkan bisa melihat tubuh istrinya gemetaran. "Percayalah padaku."

"Aku percaya padamu, Mas!" Kyara terisak. Ia pun sama frustrasinya dengan Adya. "Tapi kau merusak semua kepercayaanku!"

Adya memejamkan mata. Tuduhan Kyara padanya memang tepat sasaran. "Baiklah. Kalau begitu kita bicarakan semua di dalam kamar, ya? Kau kelihatan tidak sehat. Jangan menyakiti dirimu."

"Apa lagi yang perlu dibicarakan, Mas? Semua sudah jelas! Mas Adya akan menceraikanku dan menikah dengan perempuan yang bernama Irena itu!"

Adya terhenyak. Kemungkinan terburuk yang ia duga terbukti benar. Seperti kata dokter, ingatan Kyara belum kembali utuh.

"Kalau Mas Adya memang mencintainya, kenapa Mas Adya tidak berharap aku mengalami terminal state saja sewaktu koma?" Kyara menghapus air matanya yang memburamkan pandangan. "Kenapa Mas Adya tidak berharap aku mati saja?"

"Kyara, tolong jangan mengatakan itu." Adya mengusap wajahnya dan bertekuk lutut di hadapan Kyara. Perkataan Kyara membuatnya kembali terseret pada masa-masa mencekam di saat Kyara masih terbaring di rumah sakit. "Kumohon, dengarkan penjelasanku dulu  ...."

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang