10. Opportunistic 💍

4.1K 385 124
                                    

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Entah karena terlalu memikirkan kata-kata Dito atau karena tidak ada orang lain di sekitarnya selain Kyara, belakangan ini mau tidak mau Adya jadi sering memikirkan istrinya tersebut. Sudah hampir seminggu mereka di Mallawa dan keberadaan Kyara di sisinya membuat riak yang cukup besar dalam rutinitas Adya sehari-hari.

Adya mulai terbiasa dengan aroma masakan yang menggugah selera ketika ia membuka mata di pagi hari, semerbak pengharum ruangan yang menyambutnya ketika pulang kantor, juga wangi tubuh Kyara yang berbaring di sebelahnya di penghujung malam. Adya tidak bisa mengingkari perasasaan damai yang didapatinya ketika melihat Kyara sibuk menyiapkan makanan di dapur. Terkadang diam-diam ia mengintip dari ruang kerjanya, memperhatikan Kyara yang mencicipi masakan sambil menimbang-nimbang rasa.

Hal yang serupa dirasakan Adya tatkala Kyara membuka pintu dan menyambutnya dengan wajah penuh syukur ketika ia pulang kerja. Sorot matanya yang melembut disertai embusan napas kecil dan bahu yang bergerak turun seakan mengungkapkan bahwa ia benar-benar menanti kedatangannya.

Semua itu belum seberapa bila dibandingkan dengan kebiasaan random Kyara yang membuat Adya bertanya-tanya siapa gerangan perempuan yang ia nikahi tersebut. Di pagi hari, Adya seringkali mendapati Kyara melakukan senam kecil di halaman, dilanjutkan menyirami bunga-bunga sambil bersenandung kecil. Sore sehabis mandi Kyara biasanya akan membaca buku di teras samping, kadang pula bermain piano sambil bernyanyi. Malam hari saat Adya sibuk dengan urusan proyek, Kyara lebih banyak menghabiskan waktu di ruang pribadinya, entah sedang mengerjakan apa.

Satu hal yang Adya sadari dengan pasti, keberadaan Kyara berhasil menghidupkan setiap sudut mati di rumahnya yang selama ini berselimut sepi.

Di satu sisi, Adya merasa lucu dengan keadaan yang terjadi. Bukankah ia bertekad membuat Kyara merasa tidak nyaman bersamanya? Lalu mengapa sekarang justru ia yang terjebak dalam damainya hidup bersama istri sementaranya itu?

Adya dengan segenap akal sehatnya membenarkan kata-kata Dito tempo hari. Kyara hidup dalam keadaan serba ada dan berlebih, tetapi hidup di desa terpencil seolah bukan masalah besar baginya. Selama ini Kyara pun tidak pernah meminta sesuatu yang merepotkan. Kyara melakukan semuanya seorang diri. Bahkan bila bukan Adya yang berkeras mengganti bohlam di tangga, Kyara mungkin akan melakukannya sendiri dengan menggunakan kursi sebagai pijakan.

Harusnya Adya bersyukur dengan itu. Kyara tidak membebaninya seperti prasangka yang selalu ia tekankan di awal perjodohan mereka. Mengabaikan Kyara adalah sesuatu yang sudah seharusnya, sebab dari awal ia memang tidak berniat memperlakukannya seperti seorang istri.

Adya ingin Kyara lelah dengan segala hal di Mallawa, membuatnya merasa tidak betah, hingga ia menyerah dan pulang kembali ke orang tuanya. Dengan begitu, ketidakcocokan di antara mereka akan terlihat jelas dan orang-orang tidak akan terlalu menyayangkan perpisahan mereka nantinya.

Akan tetapi, mengapa Adya merasa tidak benar dengan semua hal yang terjadi?

Melihat Kyara berusaha menyintas seorang diri membuat harkatnya sebagai seorang lelaki tertindas. Saat Kyara meminta hal kecil semisal ditemani ke halaman belakang untuk mengambil jemuran yang ketinggalan, sepercik perasaan bahagia meluap di hati Adya. Bahkan untuk alasan remeh seperti itu, ia merasa dibutuhkan, merasa diandalkan.

Lelah dengan pikirannya, Adya meletakkan kacamata di atas meja. Setelah mengkaji laporan dari tim analisis lingkungan, ia berjalan ke teras samping dan mendudukkan dirinya di kursi kayu.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang