57. Resolution 💍

6.3K 378 54
                                    

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Adya menghampiri dokter yang baru keluar dari ruang UGD dengan tergesa. Wanita berumur dengan snelli lengan pendek tersebut memasang senyum yang sulit diartikan oleh Adya, membuat degup jantungnya semakin memburu.

"Istri Bapak sudah sadar. Katanya ingin bertemu dengan Anda."

Ucapan sang dokter membuat bahu Adya melemas. Lantas, ia bergegas masuk ke dalam ruangan dan mendapati Kyara sedang menatap langit-langit. Adya menahan perih di hidungnya ketika Kyara menoleh dan tersenyum. Benar, Kyara sedang tersenyum. Adya sudah memastikan penglihatannya dengan mengerjap beberapa kali.

"Mas ...," panggil Kyara dengan suara serak.

"Jangan bicara banyak dulu, Sayang." Adya memasang telunjuk di bibir. Ia menggenggam tangan Kyara dan mengecupnya berulang kali. "Maaf .... Maafkan aku .... Ini semua salahku."

Air mata Kyara berlinang melihat kepasrahan Adya. Padahal ingatannya yang bermasalah. Kyara yang melupakan semuanya, tetapi Adya tetap menyalahkan diri.

"Aku mengingat semuanya, Mas ...." Kyara berbisik lirih.

Adya termagu, antara percaya dan tidak. Adya tidak ingin kelewat senang, mengingat kata konsulen bila tidak ada jaminan ingatan Kyara bisa kembali serentak. Namun begitu, melihat Kyara menarik sudut bibirnya yang bergetar, batin Adya berkata bila istrinya bersungguh-sungguh.

"Ka-kau benar-benar mengingat semuanya?" Suara Adya pecah, tetapi terdengar semakin antusias. "Sejauh mana? Apa ... kau juga mengingatku?"

Kyara mengangguk. Kyara tidak melupakan apa pun lagi saat ini. Bahkan ia bisa mengingat momen saat dirinya dirawat di rumah sakit setelah tertembak.

"Aku ingat hari pernikahan kita sampai acara ulang tahun perusahaan. Bukan." Kyara menggeleng sembari menerawang. "Aku ingat malam saat kita berangkat ke pantai Bara untuk pemotretan. Aku ingat semuanya, Mas."

Adya melipat bibir. Dadanya sesak oleh perasaan haru. "Aku tidak ingin menceraikanmu. Aku tidak akan pergi dengan Irena. Apa kau juga mengingat itu?"

"Aku ingat, Mas Adya pernah menyusulku ke apartemen Irena." Penglihatan Kyara kembali mengabur ketika mengutarakan isi kepalanya. "Mas Adya melindungiku di sana."

"Kyara ... kau benar-benar ingat!" Adya meraih puncak kepala Kyara dan memberi istrinya kecupan penuh rasa syukur. "Tuhan, terima kasih! Terima kasih sudah mengembalikan ingatan istriku!"

Kyara tersengguk. Ia tidak tahu harus bagaimana mengungkapkan perasaannya sekarang selain menerima dekapan suaminya. Wangi tubuh Adya yang menenangkan membuat Kyara terbuaia, tetapi gejolak di perutnya tiba-tiba menyerang lagi. Kyara mengaduh dan teringat bila ia belum memberitahukan kabar bahagia tersebut kepada Adya.

"Ada apa, Sayang?" Adya kembali dilanda panik. Ia merisaukan wajah pucat Kyara dan segera memanggil dokter yang bertugas.

"Istri saya tidak apa-apa, Dokter?" tanya Adya begitu sang dokter selesai memantau tanda-tanda vital Kyara.

"Tidak ada gangguan yang serius, jadi Pak Adya bisa tenang sekarang." Sang dokter mengulas senyum. Dari sesi wawancara singkat, dokter tersebut tahu bila Kyara sebelum ini mengalami amnesia. "Ingatan nona Kyara yang sudah kembali memicu stres beruntun yang dianggap sebagai 'ancaman psikologis' oleh bagian pengontrol emosi di otak. Hal ini wajar terjadi, sebab tubuh dan pikiran berusaha menerima informasi baru tersebut."

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang