48. Counsel 💍

5K 429 127
                                    

💕Happy-Reading💕


.

.

.

Jalan berkelok tajam membuat Dito mengejapkan mata hingga menyisakan segaris celah. Tangannya bergerak lincah memutar setir saat melalui tikungan, tetapi sinar matahari yang baru mengintip dari kaki langit mulai menyilaukan pandangan.

Di kursi penumpang yang bersebelahan dengan kemudi, Kaisar duduk menahan kantuk sambil menguap lebar. Kafein dalam kopi kemasan yang mereka beli di restoran cepat saji tidak bisa merintangi embusan angin pagi yang sejuk.

"Sudah pukul berapa sekarang," rutuk Kaisar lalu menurunkan sandaran kursi. "Seandainya naik motor, kita sudah sampai."

Dito mengerling Kaisar yang berujar percaya diri, berkebalikan dengan gurat kemerahan di matanya. Dito bukan tanpa alasan menolak tawaran Kaisar untuk saling berboncengan menuju Mallawa, tetapi sahabatnya yang satu itu punya kebiasaan mengendarai motor dengan brutal. Berboncengan dengan Kaisar berpotensi membuat mata dan giginya menjadi kering kerontang. Belum lagi Kaisar dalam keadaan mengantuk. Dito tidak ingin mati muda.

"Kita bawa makanan masalahnya." Dito berargumen.

"Kau kan bisa pegang di belakang!" balas Kaisar tidak mau kalah.

"Tisak bisa!" Dito berdecak, membayangkan duduk diboncengan motor Kaisar yang melaju tinggi sambil menenteng kotak nasi. Ia masih berniat meladeni Kaisar, tetapi ponsel di saku kemejanya bergetar. "Tisya menelepon."

Kaisar mengerutkan wajah melihat Dito tersenyum penuh arti. Dalam hitungan detik, ia tahu bila Dito bermaksud menjadikannya saksi kunci.

Belum sempat Kaisar menyuarakan keberatan, Dito sudah lebih dulu menjawab panggilan Tisya.

"Halo, Honey." Dito berujar tenang, sebab kali ini ada kaisar yang bisa dijadikannya "tameng" untuk menangkal semua tudingan Tisya. "Ya, ini sudah hampir sampai. Tidak, aku tidak dengan siapa-siapa. Aku pergi berdua dengan Kaisar. Mau bicara?"

"Hei! Apa urusannya denganku?" Kaisar menunjuk dirinya dan menampik tangan Dito yang mengulurkan ponsel.

"Bicara saja!" desak Dito.

Kaisar menghela napas baru kemudian menyambut sapaan Tisya di seberang.

"Kaisar!" seru Tisya semangat. "Benar kalian pergi berdua saja?"

"Tisya, ini masih terlalu pagi untuk suuzan!" Kaisar mengusap kuping. "Benar. Aku dan Dito hanya berdua. Mau dengan siapa lagi?"

Terdengar embusan napas sebelum Tisya bersuara lagi. "Aku hanya bertanya, siapa tahu ada teman Dito yang ikut!"

"Tidak ada yang ikut, Honey. Aku hanya mengunjungi Adya sekaligus mengambil berkas. Ini di luar urusan kantor."

Dito mengambil-alih pembicaraan. Pagi ini ia dan Kaisar berangkat ke Mallawa untuk mengunjungi Adya sekaligus membawa sarapan. Dito tahu betul betapa Adya terpukul dengan keadaan Kyara. Dukungan emosional sangat berarti baginya saat ini.

"Kalian berdua tidak pernah berubah." Kaisar menggeleng pada Dito yang mematikan ponselnya setelah berulang kali meyakinkan Tisya. "Bisa-bisa kalau ada perkara dalam rumah tangga kalian nanti, aku juga yang diseret sebagai saksi kunci di persidangan," candanya.

"Heh, jangan sembarangan!" Dito ikut tertawa. Perasaannya sedikit melapang ketika keluar dari kawasan hutan lindung yang dikelilingi tebing karst dan jalan berliku. Pengawal keluarga Antariksha yang mereka jumpai di beberapa pos keamanan desa kemudian menggiring obrolan mereka pada kecelakaan yang menimpa Kyara kemarin.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang