💕Happy-Reading💕
.
.
.
Kyara duduk di depan meja rias. Jejak-jejak cinta yang ditinggalkan Adya di tubuhnya masih sangat kentara. Setelah tiba di rumah kemarin, Adya tidak berhenti mendekapnya. Kyara pun tidak kuasa menolak. Meski bukan yang pertama kali, tetapi malam kemarin yang tidak akan dilupakan Kyara seumur hidupnya. Pengakuan Adya di hadapan Irena membuat Kyara merasa benar-benar memiliki sang suami seutuhnya.
Setelah selesai berpakaian, Kyara bergegas. Tidak lupa ia meraih handuk setengah basah yang lagi-lagi diletakkan Adya di tempat tidur. Kebiasaan Adya yang satu ini memang menggemaskan, tetapi meladeninya dengan emosi tidak akan mengubah apa-apa. Lagipula, menjemur handuk bukan hal yang sulit untuk dilakukan bila dibanding kasih sayang yang diberikan suaminya.
Di depan dapur, Kyara mendapati Adya sedang menyiapkan teh sambil mengecap berulang kali. Kerut tanda ketidakpuasan terukir di dahi sang suami.
"Coba rasa. Seperti ada yang kurang. Padahal ini sudah sesuai takaran." Adya menggapai bahu Kyara dan menyodorkan segelas teh. "Ini percobaan yang ketiga."
Kyara meringis sebentar baru kemudian mencicipi teh buatan Adya. "Enak kok, Mas!"
"Yang benar? Rasanya beda dengan buatanmu." Adya mencoba teh racikannya lagi sambil menutup mata. "Beda! Ah, buang saja!"
"Jangan, Mas!" Kyara mengayunkan jari telunjuknya yang langsung dipahami Adya. "Anak-anak di Afrika kekurangan air bersih!" kata mereka bersamaan.
Kyara dan Adya kompak tertawa. Adya selalu seperti itu, meniru nasehat-nasehat Kyara.
"Ini sama seperti buatanku, Mas." Kyara menepuk pundak Adya. "Terima kasih Mas Adya sudah membantu."
Adya sejujurnya masih ingin mengelak, tetapi pujian Kyara membuatnya tersipu. Maka, saat istrinya berniat membuat sarapan, Adya kembali menawarkan bantuan.
"Mas Adya potong bawangnya saja," kata Kyara begitu melihat irisan daun bawang yang biasa disediakannya di kulkas sudah habis. Permintaan yang segera disanggupi oleh Adya.
Kyara pikir bagian iris-mengiris bawang bukan hal yang susah, tetapi tawanya hampir pecah melihat Adya memotong tiap lapisan umbi dengan sangat teliti agar memiliki ketebalan yang sama. Suaminya tersebut sesekali tersengguk dengan pelupuk mata berair. Kendati demikian, Adya tetap ngotot meneruskan misi yang diembannya sampai selesai. Hingga pada akhirnya, menu sarapan pagi selesai dua kali lebih lama dari yang biasa Kyara selesaikan seorang diri.
"Mas, nanti aku akan belanja ke pasar. Mas Adya mau makan sesuatu?" tanya Kyara begitu selesai meletakkan piring terakhir di rak.
"Semua masakan istriku akan kuhabiskan." Bibir tipis Adya mengulas. "Ngomong-ngomong, mulai sekarang kau tidak boleh keluar sendirian. Pengawal di pos depan akan mengantar."
"Tapi, Mas ...."
"Tidak ada tapi, Kyara. Aku tidak bisa tenang bila kau pergi sendirian lagi." Adya berdiri, memeluk istrinya dari belakang. Kyara telah menceritakan semuanya. Tentang kedatangan Irena, juga pertemuannya dengan Rendra.
Kyara menggantungkan bahu mendengar penuturan Adya, tetapi ia lantas menurut. Setelah Adya berangkat ke kantor, Kyara membereskan rumah dan berniat menyiram tanaman. Namun, di depan pintu ia terpegun. Pak Aru yang semula mencabuti tanaman liar di kebun ikut berdiri dan tercekat. Wajahnya kelihatan takut sekaligus takjub.
Kyara sendiri masih mematung saat dua orang pengawal pribadi keluarga Antariksha menghampirinya.
"Selamat pagi, Nona." Pengawal tersebut membungkukkan badan sampai punggungnya sedikit lagi membentuk garis lurus. "Tuan Adya memberi perintah untuk mengantarkan Nona ke pasar."
KAMU SEDANG MEMBACA
Hate Me If You Can
Romance|| Telah Terbit || WattpadRomanceID reading list Juli 2022 : Bittersweet of Marriage Life 💕💕💕 || Membawa Kyara ke desa terpencil bernama Mallawa adalah cara Adya untuk menciptakan neraka dalam rumah tangga mereka. Tujuan Adya sederhana, membuat...