11. Who is She? 💍

4.5K 436 123
                                    

♡Happy-Reading♡

.

.

.

Kyara melangkah sambil menunduk, menepis bulir bunga rerumputan yang tersangkut di bajunya sambil sesekali memperhatikan jalan. Medan di hadapannya mulai menanjak dengan serpihan batu kapur yang mencuat membentuk patahan bersudut tajam.

Sesuai janjinya, Adya meminta bantuan seorang geolog lokal bernama Tirta untuk memandu mereka menuju penangkaran Tarsius yang berada di kawasan Hutan Lindung. Kyara sendiri tidak menyangka suaminua itu akan menepati janjinya lebih cepat.

"Perhatikan jalanmu, Kyara!" Adya berbalik pada Kyara yang tertinggal beberapa meter di belakangnya. "Jangan jauh-jauh! Kau bisa tersesat!"

Kyara mengerjap beberapa kali saat Adya menghampiri dan menarik lengannya. Sambil berjalan, pandangannya diedarkan ke sekeliling. Hutan di atas tebing terjal yang mereka jelajahi sekarang memang terbilang cukup lebat dan rimbun. Angin yang bertiup rendah dan membawa aroma basah membuatnya bergidik.

Adya mengerling pada Kyara yang terlihat gentar. Napasnya tertahan sebentar sebelum diembuskan dengan nada pasrah. Sebelah tangannya kemudian melingkar di pundak Kyara, sedang yang satu lagi diangkat ke atas kepala untuk menyingkap akar gantung pepohonan Ara yang menghalangi jalan. "Hati-hati, awas tersandung. Kalau lelah, katakan saja. Jangan memaksakan diri."

Tirta yang berjalan paling depan mengalihkan perhatian dengan mengamati tumbuhan perdu yang belum memiliki autoritas. Ia cukup paham untuk tidak mengganggu urusan pribadi pasangan pengantin baru.

"Apa kita tidak mengganggu waktu istirahat Tarsius?" Kyara bertanya pada Tirta saat berhasil menyusul staf pengelola Taman Nasional tersebut.

"Tarsius memang hewan nokturnal, tetapi tidak masalah sepanjang kita tidak menggangu." Tirta menghadap pada Kyara lalu melirik Adya takut-takut. "Lagipula, belakangan ini Tarsius tetap terjaga di waktu siang."

"Kenapa?" Kyara melipat dahi melihat gelagat Tirta.

"Tarsius sensitif dengan keributan," jawab Tirta rikuh. "Pak Adya telah mengakomodasikan anggaran untuk pemindahan lokasi penangkaran, tinggal menunggu penyiapan habitat dari Taman Nasional."

"Begitu, ya?" Kyara memutar pandangannya pada Adya yang membuang muka. Suara mesin dan hiruk-pikuk pengerjaan proyek di bawah sana memang terdengar cukup jelas. "Tenang saja, Tirta. Mas Adya akan melakukan apapun agar proyeknya tidak merusak lingkungan."

Adya menoleh dengan alis terangkat. Di luar sifatnya sebagai pencinta alam, ternyata perempuan itu masih bisa menjaga citranya sebagai suami. Dengan kembali merangkul pundak Kyara, mereka kemudian meneruskan perjalanan hingga tiba di area penangkaran yang berada di tepi tebing. Suara bor dan mesin pemotong besi terdengar makin jelas saat mereka tiba di lokasi.

"Ya,Tuhan! Itu benar Tarsius!" Kyara melepaskan diri dari Adya dan berlari-lari kecil menuju kandang Tarsius dengan langkah yang dibuat sepelan mungkin. Tangannya menggapai-gapai pada Adya.

"Mas Adya, sini! Lucu sekali, Mas!" serunya dengan mata berbinar. Bagi Kyara, hewan kecil serupa tikus tersebut sangat menggemaskan. Stuktur morfologi kakinya yang tertekuk membuatnya seperti sedang berjongkok.

Adya menutupi wajahnya dengan sebelah tangan saat melihat Kyara melompat-lompat kegirangan seperti anak kecil. Setengah mendesah, ia menyusul Kyara yang menapaki undakan batu untuk melihat Tarsius di dahan Fikus. "Awas, Kyara! Bahaya bila kau jatuh!"

Mengabaikan peringatan Adya, Kyara justru menempelkan telunjuknya di bibir. "Tarsiusnya sedang makan, Mas!" bisiknya pelan.

Adya berdecak malas, tetapi tangannya tetap menahan punggung Kyara, memberi tumpuan agar tidak jatuh terjungkal. Batu-batu runcing yang mencuat di permukaan tanah sangat berbahaya.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang