23. Likelihood 💍

5.2K 410 94
                                    

💕Happy-Reading💕

.

.

.


Dering ponsel yang bergetar membuat Kyara terjaga. Butuh sekian detik baginya untuk menebak suara tersebut sebagai ringtone ponsel Adya. Sayup-sayup mata Kyara terbuka. Kedua pupilnya refleks mengisut, menghalau sinar matahari dari kisi jendela yang membentuk seberkas lintasan cahaya.

"Sudah pagi!" Kyara berteriak dalam hati. Ia ingin bangkit, tetapi tubuhnya tertahan oleh dua lengan kokoh yang saling menyilang.

Embusan napas yang menerpa tengkuknya membuat Kyara pelan-pelan berbalik. Hal pertama yang ia dapati adalah dada bidang Adya yang polos, tanpa kaus tipis seperti biasanya, atau paling tidak yang ia kenakan semalam.

Gelombang otak Kyara melesat naik ke frekuensi gama, fokusnya yang masih setengah mengawang berubah menjadi kewaspadaan. Namun, aroma tubuh Adya dan kehangatan yang tercipta saat kulit mereka bersentuhan membuat Kyara merasa nyaman seketika, hingga tak sadar ia menyandarkan diri di sana.

Pandangan Kyara bergerak naik, memperhatikan Adya yang masih terpejam. Ekspresi Adya ketika tidur selalu sama. Tidak ada gurat emosi dari perasaan yang seolah ditahan. Sejatinya Kyara tah bahwa selama ini Adya tersiksa karena menekan diri. Apalagi setelah insiden di kamar mandi kemarin. Hanya saja, Kyara tidak ingin memberikan hal tersebut dengan mudah. Ia butuh penegasan dari Adya sendiri.

"Hmm ....." Adya meracau, lengannya memeluk punggung Kyara makin erat. Kyara sampai harus menengadah agar tidak kesulitan bernapas.

Dengan bertumpu di pundak Adya, Kyara menciptakan sedikit ruang. Tangannya bergerak menyapu lembut kening dan pipi Adya, turun ke selangka yang kokoh, hingga sampai pada otot-otot tubuhnya yang terbentuk. Secara keseluruhan, Kyara sangat menyukai proporsi tubuh Adya. Tidak kekar dan menakutkan, tetapi cukup kuat untuk membuatnya terlindungi.

Denyut di dada kiri Adya yang kian terasa membuat Kyara terkesiap. Tak lama berselang, suara serak tahu-tahu langsung menyapanya.

"Sudah bangun?"

Kyara terkesiap. Spontan kepalanya mendongak. Semoga Adya tidak menyadari tindakannya barusan.

Adya menguap sebentar. Matanya yang masih sayu dan rambutnya yang acak-acakan sungguh lebih menawan dibanding penampilannya dalam setelan formal.

"Mas Adya ...." Kyara berujar gugup saat Adya menarik tubuhnya hingga wajah mereka saling berhadapan.

"Morning kiss?"

"Mas!" Iris cokelat Kyara melebar.

Adya terkekeh kecil, suaranya yang masih serak terdengar lebih berat dan seksi.

"Mau ke mana?" tanya Adya jahil saat Kyara memundurkan badan.

"Sudah pagi, Mas! Nanti kita telat!" Kyara mengarang alasan, tetapi Adya justru menahan pundaknya. Beruntung ponsel Adya kembali berdering dan mengalihkan perhatian.

"Siapa yang menelepon pagi-pagi!" Adya memutar badan guna menggapai ponselnya di atas nakas. Gurat kesal yang terpeta di dahinya berganti menjadi keterkejutan begitu membaca profil di layar. "Bunda?"

Kyara bangkit. Dipandangi wajah Adya yang sarat kekhawatiran. "Dari bunda, Mas?"

Adya mengangguk dan ikut mengambil posisi duduk. Adya khawatir terjadi sesuatu di rumah. Namun, suara ceria sang bunda yang menyapa saat panggilan tersambung membuatnya menghela napas lagi.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang