31. Wellbeing 💍

5.1K 446 89
                                    


💕Happy-Reading💕
.

.

.

"Ini yang mana lengkuas, yang mana jahe!" Adya mendesah dalam hati dan berpikir keras.

Berhubung persediaan bahan-bahan di dapur mulai menipis, Adya berinisiatif belanja sendiri. Ia ingin menunjukkan kesungguhannya pada Kyara. Apalagi selama hampir dua tahun tinggal sendirian di Mallawa, Adya tidak jarang pergi ke pasar kecamatan untuk membeli makanan.

Adya menilik daftar belanjannya sembari berpikir keras. Berhubung persediaan bahan-bahan di dapur mulai menipis, ia berinisiatif belanja sendiri. Adya berniat menunjukkan kesungguhannya pada Kyara. Namun, mencari sederetan bahan baku yang ditulis istrinya dalam daftar belanja ternyata bukan hal yang mudah.

Sekilas Adya mengamati suasana pasar yang ramai. Pada awalnya Adya tidak menyarankan Kyara berbelanja di sana Tak masalah baginya untuk mengantar ke pusat kota, di tempat yang lebih elit dan jauh dari riuh-rendah seperti sekarang. Namun, Kyara tetaplah manusia dengan sosialisme yang tak pernah tanggung-tanggung. Menurutnya, berbelanja di pasar tradisional akan membantu perekonomian masyarakat lokal.

Kembali ke masalah lengkuas dan sederetan kawan-kawannya yang susah dibedakan secara fisik, Adya meraih satu di antara mereka dan menimbang-nimbang. Ibu yang menjual tampak sibuk meladeni pembeli yang lain. Wanita paruh baya tersebut hanya memberi petunjuk letak lengkuas yang celakanya berada di deretan tumpukan rimpang berpenampilan serupa.

Mungkin ini terdengar menggelikan, tetapi Adya sudah melakukan pemindaian dengan bantuan layanan pencarian gambar secara online. Hasilnya pun nihil. Penampakan yang serupa membuat pelacakannya tidak akurat. Adya memindai bahan yang berbeda tetapi output yang tertera tetap sama. Alhasil, dirinya makin dibuat bingung.

"Kau seperti orang susah saja, Adya!"

Tidak menemukan solusi, Adya langsung mengeluarkan tas belanja dari Kyara yang berhasil membuatnya menjadi sorotan orang-orang sejak memasuki pasar. Tas tentengan tersebut memang terlalu manis untuk penampilannya yang kaku.

"Bu, saya beli ini semua." Adya menunjuk sederet rimpang yang bersebelahan.

"Semua, Nak?" Ibu penjual yang baru menyiapkan timbangan melongo. "Oh, suaminya Nak Kyara?" terkanya melihat tas belanjaan Adya.

"Ibu tahu istri saya?" Adya tak kalah kaget.

"Ya. Dia langganan Ibu." Sang penjual tampak bangga. "Nak Kyara cantik sekali, sopan pula."

Adya hanya mengulas senyum sembari membenarkan dalam hati.

"Ibu pikir dia belum menikah. Masih muda begitu." Sambil memilah rimpang, wanita sepantaran ibunya itu melirik Adya. "Sempat mau Ibu kenalkan sama anak Ibu, tapi Nak Kyara bilang sudah punya suami."

Senyum Adya memudar seketika. Mana terima ia istrinya mau dikenalkan dengan sembarang orang. Lain kali Adya akan sering-sering mendampingi Kyara belanja.

Enak saja ya, Ibu ini! Lama-lama rimpangnya kuretur semua!

"Suaminya juga tampan. Pasangan yang sangat serasi."

Oke. Tidak jadi.

Adya menyelesaikan transaksi lalu mengecek daftar belanjanya. Lengkap! Berhasil sudah misinya membantu sang istri.

Saat rintik hujan menyapu permukaan, Adya bergegas menuju mobilnya yang terparkir. Sesaat sebelum menekan central lock, getar di saku jaket Adya membuatnya menunda langkah. Barangkali dari Kyara yang terlupa mencatat satu-dua barang belanjaan. Akan tetapi, pemberitahuan tersebut rupanya sebuah pesan dari orang yang seharusnya Adya blokir dari daftar kontak.

From Irena~

Minta maaf padaku dan akan kuberikan kesempatan kedua

🍀🍀🍀

Sejak meninggalkan apartemen Irena, Adya telah mewanti-wanti gelagat perempuan tersebut. Adya yakin Irena dengan sengaja menuangkan parfum ke jaketnya. Sungguh licik.

"Minta maaf? Kesempatan kedua?" Adya mendengkus mengingat pesan Irena yang ia abaikan begitu saja. Pandai sekali Irena memainkan emosinya.

Tangan Adya bergerak dengan lincah, menyusun kepingan mechanical music box di atas meja. Mainan tiga dimensi tersebut adalah hal yang mempertemukannya dengan Irena.

Adya memperhatikan kerangka puzzle kayu yang telah jadi tersebut. Miniatur antariksa yang sangat indah. Sayangnya, satu kepingan yang menjadi bagian kunci untuk menggerakkan gir agar kotak musik tersebut bisa menyala tidak ada. Entah hilang atau mungkin tercecer saat mereka berlari di antara reruntuhan.

Mungkin bagi Irena, mainan itu tidak lagi berarti. Bahkan ia bersikap acuh tiap kali Adya mengungkitnya. Namun, selama bertahun-tahun Adya terus menyimpan kenangan tersebut. Beberapa kali Adya mencoba merakit tiruan kepingan tersebut, tetapi tidak ada yang pas hingga ia akhirnya menyerah.

Adya tahu, waktu yang ia lalui bersama Irena memang tidak bisa disebut singkat. Akan tetapi, sekarang ia telah sadar untuk mengakhiri apa yang semestinya diakhiri. Mungkin benar cinta itu buta, tetapi ketulusan hati tidak pernah hilang arah. Saat Irena sibuk menekankan statusnya sebagai pewaris utama keluarga Antariksha, Kyara justru menangis dan mengkhawatirkan

Adya mengumpulkan kembali kepingan puzzle yang telah disusunnya ke dalam kotak lalu menyimpannya di lemari. Biarlah mainan itu menjadi kenangan untuk selamanya.

Begitu mengibaskan tangan, debu yang terhempas dari kotak tua tersebut membuat Adya terbatuk-batuk. Hidungnya yang berair karena flu kini menjadi semakin gatal. Padahal ia sudah menelan tablet anti-histamin. Barangkali karena sejak semalam ia berhujan-hujan ria, imunitasnya jadi menurun.

Suara derap langkah di tangga membuat Adya buru-buru membuka pintu. Di depan tangga, Kyara yang mengulurkan tangan terkesiap.

"Mas ...."

"Ya?" Adya mengangkat alis.

"Mas Adya masih bekerja?"

"Sudah selesai." Adya menyunggingkan senyum. Kyara tidak lagi mengabaikannya sekarang. Tanpa aba-aba, ia lalu menarik bahu Kyara dan menggangkat tubuh istrinya. "Mau terus ke kamar?"

Kyara melenggut kecil lalu berpengangan pada leher Adya agar tidak goyah. Ada satu hal yang membuat Kyara merasa aneh dengan Adya sejak makan malam tadi. Suaminya tersebut tampak menjauh. Seperti sekarang, Adya bahkan mengangkat wajahnya tinggi-tinggi.

Hal yang sama Kyara dapati ketika Adya membaringkannya di tempat tidur. Biasanya Adya merapat padanya. Atau paling tidak mereka saling berhadapan. Namun, kali ini Adya memunggunginya.

"Mas Adya ...." Kyara mengulurkan tangan. "Mas Adya kenapa jauh sekali?" tuturnya berterus terang.

"Aku flu, Kyara. Nanti kau ikut tertular, Sayang," jawab Adya dengan suara sedikit sengau. Ia hanya berbalik sebentar sebelum kembali menjauhkan diri

Kyara menggigit bibir. Ia memang menyiapkan obat bagi Adya yang terus bersin-bersin sepulang belanja, tetapi tak menyangka untuk alasan itulah Adya menghindarinya.

"Aku dingin, Mas Adya ...."

Kelopak mata Adya yang sayu akibat efek dari obat dekongestan kembali membuka. Ia berbalik pada Kyara yang seakan mengiba. Ekspresinya sungguh membuat Adya tidak tahan untuk tidak mendekapnya.

Adya bangkit, membuka laci nakas dan menarik sebuah masker dari kotaknya. Segera, ia merentangkan tangan, menyambut Kyara yang meringsut ke arahnya.

"Manja sekali." Adya mengecup dahi Kyara yang biasa diketuknya dengan gemas.

"Hmm ...." Kyara semakin merapatkan kepala di dada Adya. Merasakan kehangatan sekaligus kenyamanan dalam dekapan suaminya.

"Kau bisa kena flu kalau terlalu dekat begini, Kyara." Adya membelai rambut halus Kyara.

Kyara memejamkan mata dan bergumam, "Tidak apa-apa, Mas. Tulari saja aku."

💍💍💍
TBC

Spesial malam ini double update. Ada yang manis-manis di chapter selanjutnya! 
💕💕💕

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang