54. Affinity 💍

3.7K 381 41
                                    

💕Happy-Reading💕
🔞Chapter ini berisi bagian khusus🔞

.

.

.

Cahaya di langit sore mulai mengalami penghamburan, melukis lapisan jingga di permukaan langit. Mobil Adya melaju lambat kemudian berbelok dari jalan ruas provinsi menuju simpang kecamatan. Kyara menurunkan jendelanya dan menyambut angin sore yang sejuk. Ia melirik Adya yang tersenyum sembari mengulurkan sebelah tangan untuk mengelus kepalanya.

Bagi Kyara, perjalanan menuju Mallawa hari ini adalah salah-satu perjalanan paling menyenangkan seumur hidupnya. Banyak hal yang ia temui di tengah jalan. Mereka melintas di depan taman nasional, melewati kawasan proyek Adya dan ekosistem karst yang dikelilingi tebing-tebing batu kapur, juga bertemu dengan segerombolan monyet lucu di kawasan hutan lindung.

Setiap kali melalui satu tempat, Adya akan menjelaskan dengan sabar. Adya bercerita tentang proses pemindahan Tarsius di taman nasional, Adya hapal dengan segala ocehannya tentang makhluk-makhluk yang hidup di dalam gua, dan yang paling menggelitik bagi Kyara adalah saat suaminya tersebut dihadang oleh kawanan monyet.

"Mas Adya, benar kita akan mengganti papan peringatan untuk tidak memberi makan monyet di sepanjang jalan ini?" Kyara menyandarkan dagu di tepi jendela. Pikirannya kembali tertuju pada monyet-monyet yang duduk di pinggir jalan karena terbiasa menunggu makanan dari manusia. Sungguh kasihan, mereka kehilangan kemampuan bertahan hidup secara alami.

"Tentu saja. Aku sudah menghubungi Tirta untuk koordinasi dengan pihak pengelola hutan." Adya mengamini Kyara. Istrinya tidak berubah sama sekali. Intensi yang Kyara tunjukkan sekarang sama persis ketika pertama kali mereka berangkat ke Mallawa, termasuk kepeduliannya terhadap hewan.

Penuturan Adya membuat Kyara merasa sedikit lega. Ia menegakkan duduknya ketika mobil Adya perlahan melalui jalan setapak dan memasuki pekarangan yang dijaga beberapa pengawal.

"Sudah sampai." Adya turun lebih dahulu baru kemudian membuka pintu mobil di sisi Kyara. "Selamat datang di rumah kita," tuturnya dengan suara bergetar.

Kyara menatap ke sekelilingnya dengan mata berbinar. Rumah mereka jauh lebih indah dari apa yang Adya ceritakan. Hanya dengan menghirup udara di sekitarnya, Kyara merasa akan kerasan tinggal di sana.

Adya membawa Kyara mengitari halaman sekaligus mengakrabkan istrinya dengan situasi. Sesuai dugaannya, Kyara berlari-lari kecil menuju gazebo yang dipenuhi berbagai jenis bunga anggrek.

"Mas, taman ini cantik sekali!" Kyara berseru semangat. Selain anggrek, terdapat beberapa jenis bunga lain di dalam green house.

"Tentu saja, sebab kau yang merawatnya."

"Aku? Benarkah, Mas?" tanya Kyara tak percaya.

"Ya. Dulu taman ini dirawat pak Aru, tukang kebun kita yang pernah kuceritakan." Adya menarik gemas hidung Kyara. "Sampai kau datang dan menginvasi taman ini."

Kyara terkikik geli. Taman bunganya sangatlah cantik. Mungkin kedengaran lucu, tetapi karena tidak mengingat apa pun, Kyara berterima kasih pada bagian dari dirinya yang pernah merawat taman itu.

"Ah, aku hampir lupa. Ada yang menunggu di dalam." Adya menuntun Kyara ke teras depan.

"Siapa, Mas?" Kening Kyara mengernyit halus. Keluarganya baru akan menyusul besok dan Adya tidak pernah mengatakan sesuatu tentang tinggal bersama dengan orang lain di rumah mereka.

"Lihat saja, kau akan suka."

Kyara menanti Adya membuka pintu dengan perasaan deg-degan. Netranya membola begitu melihat seekor kucing kecil berwarna putih di ambang pintu. Kucing remaja tersebut berlari ke arahnya sambil menubrukkan badan.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang