29. Persistence 💍

5.1K 492 69
                                    

💕Happy-Reading💕

.

.

.

Angkasa raya tampak semakin muram tanpa kehadiran rembulan yang terhalang kepulan awan hitam. Gemuruh menggelegak di langit malam, menggetarkan kaca jendela. Udara dingin yang menguar dari atmosfer beku menurunkan suhu permukaan hingga bumi dan seisinya meringkuk kedinginan.

Di luar badai sedang berlaga. Suara petir dan deru angin terus beradu, tetapi belum juga ada tanda-tanda kedatangan Adya. Kyara menajamkan pendengarannya sedari tadi, berharap mendengar suara klakson mobil suaminya yang mungkin teredam suara hujan. Namun, yang ia dapati hanya gemerisik daun pepohonan yang terusik angin.

"Mas Adya ...." Kyara berbisik lirih. Jejak air mata di pipinya yang belum kering kembali sembab. Berbagai praduga menyatu dengan rasa takut yang membuat jantungnya berdebar tak keruan. Kyara bergidik, tubuhnya gemetaran tiap kali guruh merambat di atas awan. Kedua tangannya yang saling mengepal diletakkan di dada, mengimbangi sesak yang mendera.

Kyara memiliki ketakukan tidak wajar pada  cuaca buruk. Cuaca ekstrem mengingatkannya pada kejadian-kejadian traumatik yang membuatnya trauma.

Dalam sebuah penerbangan sewaktu berumur lima tahun, jet pribadi milik ayahnya terpaksa melakukan pendaratan darurat akibat turbulensi parah oleh petir yang bersembunyi di balik awan tebal. Kyara masih ingat sensasi mengerikan saat pesawat berguncang. Barang-barang di atas kabinet berjatuhan. Beberapa pelayan berguling dan terbanting ke sana ke mari.

Saat itu, Kyara yang tertahan di dalam dekapan ibunya melihat dengan jelas kilat menyambar dari kisi jendela, sesaat sebelum pesawat meluncur dengan kecepatan tinggi. Beruntung perusahaan manajemen jet yang mengelola pesawat ayahnya menyediakan pilot professional sehingga forced landing berhasil dilakukan.

Belum pulih traumanya, dalam badai yang melandai ibu kota beberapa tahun yang lalu, Kyara kembali dihadapkan dengan sebuah kecelakaan yang membuatnya terjebak di antara reruntuhan jalan ruas provinsi yang ambruk. Lagi dan lagi, petir yang membelah angkasa menjadi saksi kala itu.

Kenangan buruk yang saking berkolerasi tersebut memicu fobia yang tidak spesifik terhadap badai. Bagi Kyara, badai lebih dari sekada anomali cuaca. Badai selalu mendatangkan hal-hal negatif. Seperti sekarang ini, saat Adya meninggalkannya sendirian demi perempuan lain.

Satu rambatan halilintar disertai dentuman yang menulikan membuat Kyara menjerit ketakutan. Selang beberapa saat setelahnya, lampu tiba-tiba padam. Pupil mata Kyara semakin berdilatasi, menyelaraskan cahaya remang-remang dari emergency lamp di sepanjang dinding tangga yang otomatis menyala. Perasaan gamang dalam hatinya kian menjadi. Kyara tahu ia harus mengamankan diri.

"Winter ...." panggil Kyara sambil meraba-raba dalam gelap.

Winter menyahut kecil. Kucing kecil tersebut bergelung, mencoba memberi Kyara kehangatan dengan menggosok-gosokkan badan di kakinya.

Dengan segenap tenaga yang tersisa, Kyara berusaha menitih tangga dengan berpegangan pada railing. Sesekali ia menumpukan kepala di sisi tiang saat kilat yang menerobos lewat ventilasi membuat deru napasnya semakin memburu. Demikian pula dengan Winter yang mengekor di belakang. Kucing kecil tersebut menggeriap, tetapi tetap setia menjaga di kaki Kyara.

Gempita menyambut Kyara di penghujung anak tangga teratas. Bila keadaan sedikit saja lebih kondusif, barangkali ia bisa menjernihkan pikiran untuk mencari tahu cara mengoperasikan generator set di gudang belakang. Namun tidak sekarang, saat apenglihatannya mulai buram dan berpendar.

Hate Me If You CanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang