XXXI

14.5K 1.8K 192
                                    

          Sudah lebih dari lima belas menit Rose Asmaralaya memandangi beberapa lembar kertas di tangannya. Bahu wanita itu yang bersandar pada sofa ruang tamu Mikael terlihat begitu tegang dan kaku. Kedua mata Rose membaca dengan seksama setiap baris dari perjanjian pernikahan yang pengacara Mikael berikan dan ia kerap mengernyitkan dahi sehingga Mikael bertanya, "Apa ada yang ingin kamu tanyakan?"

          "Ada yang kontradiktif dari pasal larangan. Kita dilarang mengetahui kepentingan pribadi masing-masing pihak tetapi kita juga dilarang bepergian atau berhubungan bersama orang lain kecuali urusan pekerjaan dan keluarga tanpa sepengetahuan pihak lainnya? Bukankah pergi bersama orang lain termasuk kepentingan pribadi?" tanya Rose kepada Mikael. 

         Sementara Rose belum mandi, pria itu sudah siap bekerja dengan kemejanya putihnya dan dasi mengitari leher yang belum diikat. Mikael belum memakai jasnya karena mereka belum juga selesai membicarakan kontrak pernikahan dan ia yakin sekali bisa terlambat sampai di Singapura. 

         "Rose, kalau aku tidak tahu kamu pergi bersama orang lain lalu kamu berkelahi dengan Raeden karena dia mengetahuinya, rugi di siapa? Aku rugi bukan? Kamu akan menyita waktu aku. Lebih baik aku tahu dengan siapa kamu pergi supaya aku bisa membantu kamu jika Raeden curiga, misalnya."

         "Kamu berpikir terlalu jauh, Mikael. Padahal aku sendiri tidak akan melarang-larang kamu untuk pergi bersama siapa pun. Kamu ingin pergi bersama wanita lain juga aku tidak peduli. Menurutku, larangan di pasal ini tidak penting," Rose berkata dan ia melingkari nomor di pasal itu. 

         Mikael menghela napasnya karena wanita yang duduk di hadapannya begitu keras kepala. "Aku ingin kerja sama ini berjalan dengan baik, Rose. Kalau kamu tidak sengaja menyeret orang asing karena pergi bersamanya, bagaimana? Lagi pula sejauh ini aku tidak mau pergi bersama siapa-siapa."

         "Ya, oke, kalau itu alasannya aku mengerti. Aku tidak punya siapa-siapa juga untuk diajak pergi, sih, sebenarnya. Paling hanya Harvey. Tapi kamu, Mikael, a guy like you must be seeing some girls, bukan? Aku hanya tidak ingin pernikahan ini membatasi kamu untuk mencari wanita lain karena setelah enam bulan kita harus melanjutkan hidup masing-masing."

         "Kamu pikir aku akan melakukan hubungan dengan wanita lain saat aku sudah menikahi kamu?" tanya Mikael dan alisnya terangkat sebelah.

         Menikahi kamu. Kedua kata itu diucapkan Mikael seakan mereka menikah dengan benar dan Rose tertawa miris saat menjawab, "Tentu saja. Kita ini menikah bohong-bohong. Aku sudah bilang, kamu membawa perempuan ke kamar kamu pun, aku tidak akan peduli."

         Mikael tersenyum miring. "Baik. Jadi kalau aku tidur dengan perempuan lain, kamu tidak akan peduli karena itu urusanku. Begitu, Asmaralaya?"

         "Iya, benar. Kamu benar sekali," jawab Rose dengan cepat namun terbata. 

         "Sign the deal, then," kata Mikael yang sudah lebih dulu menaruh tanda tangannya di atas materai. 

        Dengan tangan penuh gemetar, Rose menggariskan namanya di sebelah nama Mikael. Napas wanita itu tertahan sampai Mikael berbisik, "Relax. It's just a temporary marriage."

        Hanya sementara, Rose. Hanya sementara. Rose terus mengulang kalimat itu di dalam kepalanya ketika ia meletakkan pulpen di meja dan terpaku menatap kertas-kertas di sana. Apa yang terjadi? Rose merasa perjanjian ini benar-benar gila sedangkan dirinya sendiri melebihi gila.

        Rose merasa kepalanya berputar ketika setelahnya pastor masuk ke dalam ruangan dan ia  Mikael berdiri bersebelahan untuk mengucapkan janji nikah sederhana di depan pastor. Kemudian Rose menatap Mikael yang baru selesai mengucapkan janjinya dan Rose tidak bisa memalingkan pandangan dari wajah pria itu. Hanya dalam hitungan detik, Michael Leclair, pria itu sah menjadi suaminya. Rose merasakan dunia terbalik tepat di atas kepalanya dan tidak ada yang bisa Rose lakukan selain menerima fakta bahwa ia telah menjadi istri Mikael. 

        "Saya izin pamit. Terima kasih banyak, Tuan dan Nyonya Leclair," ucap Jerry Ariatmadja yang pamit bersama seorang pastor. Rose terpaku mendengar Jerry memanggilnya dengan sebutan 'Nyonya Leclair'.

        "Apa kamu akan diam saja di sana selama enam bulan?" Mikael bertanya kepada Rose ketika Jerry sudah meninggalkan penthouse dan menyisakan mereka berdua. 

        Rose tahu Mikael sedang meledeknya sehingga ia menatap pria yang sedang berusaha mengikat dasinya itu dengan sebal. "Jangan berani meledek aku kalau kamu saja masih mengikat dasi seperti anak SD."

        "Galak sekali, Mrs. Leclair," ledek Mikael sekali lagi dan Rose menggeram lalu bangkit dari duduknya. 

        Wanita itu berdiri di depan Mikael kemudian dengan gemas membenarkan simpul dasi Mikael. Rose menyadari kedua mata Mikael bertahan menatap wajahnya sehingga secepat mungkin ia menyelesaikan ikatan dasi pria itu. 

        "Sudah selesai. Tarikan kamu tadi salah arah. Aku saja bisa mengerjakannya dengan satu tangan," Rose berkata dan merasa bangga sementara jantungnya berdegup begitu kencang.

        "Aku tidak peduli. Aku memang tidak suka dasi," balas Mikael dan Rose menggelengkan kepala. 

        "Kamu akan bertemu miliarder Singapura. Tidak mungkin dasi kamu berantakan." Rose mengambil jas Mikael lalu menyerahkannya kepada pria itu. 

        "Tidak ada yang spesial dari bertemu miliarder Singapura karena aku baru saja menikahi miliarder Indonesia." 

        Rose merasa kesal kemudian meraih dasi Mikael lagi dan menariknya sehingga pria itu tercekik. 

        "Ya ampun, Rose!" panggil Mikael lalu cepat-cepat meregangkan dasinya.

        "Sekali lagi meledek aku, kamu akan serius kucekik, Leclair," kata Rose galak dan memelototi suaminya yang terlihat sangat tampan pagi ini. 

       Suaminya. Ya, Rose tahu ini semua memang gila.

       Rose lalu kembali membenarkan simpul dasi Mikael dan pria itu tersenyum ketika bergumam, "Kamu merapikan dasiku lagi. Percuma."

       "Ya, karena bisa saja ada perempuan cantik di Singapura dan kamu harus terlihat rapi."

       Mikael tidak menanggapi Rose dan bertanya, "Apa kamu mengikatkan dasi Raeden juga?"  

       Rose tertegun sejenak. "Kalau ikatannya jelek, iya," kata Rose dan menjauhkan diri saat dasi Mikael terikat sempurna.

       "Oke. Mulai dari sekarang kamu akan lihat ikatan dasiku jelek terus," Mikael berkata tanpa mau kalah seolah-olah ikatan dasi yang jelek adalah sebuah pencapaian berharga. 

       Rose tertawa karena Mikael terdengar sangat konyol dan pada saat itu Mikael masih menatapnya.

       "Jangan lagi, ya," kata Mikael saat suara tawa Rose berganti menjadi senyuman. 

       "Hah? Jangan apa?" tanya Rose bingung.

       "Jangan mengikat dasi Raeden lagi," Mikael membalas Rose dengan sabar dan melanjutkan, "Ikatan dasiku akan selalu lebih jelek daripada dasi Raeden. Jadi ikatkan dasiku saja, Rose."

***



Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang