LXVII

18.7K 2.4K 450
                                    

           "Kita pulang sekarang."

           Satu kalimat itu adalah kalimat terakhir yang disebut Mikael sebelum mereka undur diri dari rumah keluarga Leclair. Sepanjang perjalanan pria itu tidak berbicara dan mengendarai McLaren-nya dengan tergesa. Rose yang duduk di kursi penumpang hanya sibuk menahan senyum. Mikael mengerti. Mikael mengerti bahwa dia menjadikan dirinya sendiri sebagai kado pria itu hari ini.

           Rose ingin tertawa saat Mikael menggandengnya di lobi apartemen dan berjalan sangat cepat. "Kamu yang tenang dong, Mikael," kata Rose.

           "Kamu sedang membuat undangan terbuka, Rose. Bagaimana bisa kamu menyuruh aku tenang?" balas Mikael ketika mereka menunggu lift.

           "Hah, aku buat undangan apa? Kalau ternyata aku bilang kadonya mi instan satu box di penthouse aku, gimana?" Rose mengerjap dan sengaja pura-pura bodoh.

          Mikael menggeram dan menatap wanita itu. "Kamu jangan membuatku gila, Rose."

          Rose tertawa melihat Mikael yang terlihat sebal. "Memang aku mau kasih kamu apa sih?"

          Lift terbuka lalu Mikael langsung menarik Rose masuk ke dalamnya. Saat pintu tertutup, Mikael mendorong Rose ke dinding lift dan menunduk menatap wanita itu yang lebih pendek darinya dengan napas menderu.

          "Aku sudah bisa membuka hadiahku sekarang, Choupinette?" tanya Mikael dengan parau.

          Rose mengerling lambat dan menjawab, "Coba saja sendiri." 

          "The thing is, Choupinette, kalau aku mencobanya, aku tidak yakin bisa berhenti. I'll probably lock you in my bed for the rest of the day."

          "Lalu? Apa aku terlihat keberatan?" 

          "Okay then," bisik Mikael. Ia menyeringai pelan sebelum akhirnya berjongkok di depan Rose. 

          Mikael mulai mencium Rose mulai dari kedua kaki wanita itu yang tidak terhalang apapun karena hari ini Rose memakai terusan selutut. Saat mencapai paha Rose, Mikael kembali berdiri dan mencari bibir wanita itu. Rose tersenyum ketika Mikael memagutnya dan mengelus pinggangnya. 

          "Mikael," sebut Rose ketika pria itu tidak memberikan kesempatan bagi Rose untuk bernapas. 

          "Hmm," Mikael bergumam tidak jelas. Ia terus menghujani leher Rose dengan kecupan-kecupan yang membuat wanita itu melipat bibirnya ke dalam. 

          "El..."

          "Ya."

          Suara lembut Rose yang menyebut namanya bukan menghentikan ciumannya. Mikael justru semakin gencar mencium Rose. Bibirnya turun dari leher ke atas dada Rose, membuat wanita itu memejamkan matanya.

          "El, please."

          "Liftnya belum sampai," kata Mikael. Ia berhenti mengecup Rose dan kembali berdiri tegap.

          Pria itu tersenyum melihat rambut Rose yang acak-acakan dan wajah Rose yang berwarna merah padam. Mikael sengaja menggesek hidungnya di hidung Rose lalu berkata, "What have you done to me, Rose?"

          "Pakai pelet?" Rose bercanda dan membuat Mikael tertawa. 

          Mikael mengusap pipi Rose dengan telunjuknya, "La résponse, ç'est l'amour (1)."

          "Kamu tahu itu, Mon Ange." 

          Untuk kesekian kalinya, Mikael mencium Rose di bibir. Rose kewalahan dengan ciuman Mikael kali ini karena pria itu melumatnya semakin dalam. Namun, Rose suka bagaimana Mikael tetap memperlakukannya dengan lembut dan tidak menggebu-gebu. Rose suka cara Mikael mencecap setiap bagian bibirnya dan perasaan yang diberikan pria itu di setiap kecupan. Perasaan bahwa ia begitu diinginkan. 

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang