"Themed room atau mau cat warna polos saja?"
Rose berpikir. "Kalau themed room nanti mereka belum tentu suka. I was thinking about white nursing room with warm lights and fluffy pillows, you know. Gimana?"
Mikael belum menjawab dan masih mengamati Rose yang duduk di sebelahnya. Hari sudah sore dan Mikael baru sampai di penthouse pukul lima--ia pulang cepat karena pikirannya terganggu setelah teleponnya bersama Rose di PAUL tadi. Ketika sampai rumah, sesuai dugaannya, ia masih mendapati Vera dan Rose sedang berdiskusi tentang pekerjaan di perpustakaan. Kalau Mikael tidak merajuk demi mengobrol bersama Rose, sudah pasti wanita itu masih bekerja sekarang.
"Well, maybe white room with a touch of gold. Lantainya kayu lalu ada extra fluffy carpets. Nanti kita bisa taruh boneka yang lucu-lucu di sana. I had a little giraffe and a little elephant dolls when I was little," ucap Rose lagi kali ini sambil tertawa dan Mikael masih memperhatikan. "Kemudian crib-nya dibedakan, tapi bersebelahan. Perlu pakai kelambu atau tidak?"
Rose mengerutkan dahi saat Mikael diam saja dan sibuk memandanginya. Pria itu betul-betul seperti terhipnotis sepanjang Rose berbicara. Rose tertawa pelan lalu memegang kedua sisi wajah Mikael dan mencium pria itu.
"Kok diam? Aku tanya pakai kelambu atau tidak ya?" ucap Rose pelan di depan wajah Mikael.
"Pakai kelambu atau tidak—aku yakin mereka akan merasa beruntung punya ibu seperti kamu."
"Dan punya papa seperti kamu," sambung Rose dengan senyum manisnya. Ia akan menangis terharu kalau pembicaraan ini dilanjutkan sehingga ia bercanda, "Beruntung karena mobil dan jet papanya banyak. Mau ajak pacar naik helicopter buat jalan-jalan kayak Christian Grey dan Anastasia Steele juga bisa."
Mikael berdecak. "Bercanda terus kamu."
"Daripada nangis? Hayo, pilih mana? Makanya jangan bicara yang bikin aku gampang kebawa perasaan gitu."
Mikael tersenyum hangat. "I just can't believe we're talking about all this. Sekarang kita berdiskusi tentang kamar bayi, padahal rasanya baru kemarin kamu memecahkan pitcher Mama."
"Oh, maksudmu rasanya baru kemarin kamu bersandiwara di depan orang tua kamu kalau kita sudah pernah bertemu di Paris Business Conference tahun lalu?" Rose memutar kedua bola matanya. Ia ingat malam di mana ia menjemput Alyssa di kediaman Leclair dan Mikael memaksanya berbohong di meja makan—pertemuan pertama mereka.
"Aku tidak berbohong," balas Mikael seringan kapas.
"Jelas-jelas kamu bohong. Aku baru pertama kali melihat kamu di malam ketika aku menjemput Alyssa di rumah kamu. Kita tidak pernah bertemu kamu di Paris Business Conference atau di mana pun sebelum itu, Mikael. Jangan make up stories deh," kata Rose, alisnya bertaut.
"Aku memang kurang memorable ya buat kamu?" tanya Mikael lalu tertawa pelan. Ia menarik Rose yang kebingungan ke pelukannya. "Kamu masa lupa kamu menolong aku?"
Tidak ada jawaban. Tidak ada memori apapun di kepala Rose tentang Mikael di Paris Business Conference.
"Baju aku ketumpahan air dan kamu kasih aku tisu, kamu lupa?"
"Hah..." Rose mengedip berkali-kali. "Air? Tisu? Kapan—astaga? Itu kamu?"
Tiba-tiba Rose duduk tegak dan menatap Mikael dengan kedua mata melebar. "Hah?"
"Iya. Kaget banget sih," balas Mikael sebelum tawanya terdengar lagi.
"Ya Tuhan, kenapa bisa aku nggak sadar itu kamu?" tanya Rose bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]
RomanceA heartfelt tale. Michael Leclair has a neighbor. He never thought he would be able to love again after years had passed, but Rose Asmaralaya turned his world upside down in just a few weeks when she ran away and knocked on his door. For Michael, Ro...