XIV

14.3K 1.7K 184
                                    

        "What you have with Raeden is love, you said?" tanya Harvey tidak habis pikir. Ia menatap Rose dengan heran dan kekesalan yang selalu saja mampu membuat kepalanya pening.

        "Sudah, deh. Gue yang jalanin, kenapa lo yang nggak percayaan begini?" Rose mencebik.

         "Gue memang nggak percaya lo akan menikahi seorang monster yang sakit jiwa dan brengsek. You're too good for him, don't you think?"

         Rose mengendikkan bahu dan Harvey memelotot karena sahabatnya yang sama sekali tidak kelihatan acuh. "Menurut lo menikah itu serius nggak, sih, Rose? Dari dulu gue selalu lihat lo menasihati Alyssa kalau cari pasangan harus yang tulus, halus, saling percaya, dan cinta apa adanya. Now the words should all come back to you, Stupid."

        "Harvey, please," Rose berdesah lelah dan menatap Harvey saat mobilnya berhenti di lampu merah. Sejujurnya ia tidak punya balasan lain untuk membalas Harvey karena Rose tahu hubungannya dengan Raeden itu salah. Tetapi ia tidak punya pilihan lain dan menjawab, "I love him. Dan tentu saja pernikahan itu serius. Gue akan menghabiskan sisa umur gue sama Raeden karena gue mencintainya dan dia juga begitu."

       Harvey menyeringai sinis. "Nggak percaya. Argumen lo selalu itu-itu saja and it's stale, anyway."

       "When you have the love, there's nothing more to argue, Harv."

       "Masalahnya, gue nggak yakin apa yang ada di antara Raeden dan lo itu cinta, Rose. Gue tahu apa yang lo hadapi setahun lalu cukup berat dan Raeden ada di sana waktu lo butuh seseorang. Are you in love with the person, or are you in love with the feeling?"

       "Gue cinta Raeden," kata Rose tanpa nada dan terdengar seperti dialog drama yang sudah dihafalkan berulang kali. "I'm marrying him in three months. End of discussion, Harv."

      "I'm not end yet," sahut Harvey dengan sewot lalu melanjutkan, "Lo nggak akan menikah sama dia karena gue dan Alyssa akan menggagalkan acara lo. Kenapa sih, Rose, lo nggak sama kakaknya aja? Christopheron Agratama is 180 degrees different daripada adiknya yang sakit jiwa!"

       "Therie masih pacaran sama Sylvia Alexandra tahun lalu kalau lo lupa."

       "Atau mungkin—Mikael! The Michael Leclair. Sekalian, Rose. Kalau mau yang laki-laki yang arogan mending yang dingin sekalian kayak Mikael. Jangan arogan posesif nggak jelas kayak si genderuwo."

       "Mikael sudah jadi jatahnya Alyssa. Sudah, ah, Harvey. Lo itu direkturnya CLAIR, nggak usah alih profesi jadi makcomblang gini."

       Harvey menghembuskan nafasnya dan kali ini menatap Rose serius, "Gue rela jadi makcomblang beneran kalau bisa bikin lo sadar, Stupid. Intinya gue nggak mau lo terjebak sama dia cuma karena dia bikin lo nyaman setahun lalu, just because the hard times you went through dan lo udah kelamaan kering nggak punya pacar, Rose."

        Rose akhirnya membalas dengan jujur, "Well, memang benar. Tapi bukan itu alasan utamanya, Harv. Awalnya bukan hanya itu. Papaku mengalami kerugian besar untuk ekspansi dan entah bagaimana, Agrata mau membayar semua hutang Papa asal ada jaminannya. And I am the pawn, Harvey."

***

        Malam itu juga, Raeden berang. Ia melihat dengan mata kepalanya sendiri Harvey turun dari mobil Rose di lobi The Langham Residence dan ia bersumpah akan menghajar pria itu setelah selesai meluapkan emosinya saat ini.

         "Kamu berani membohongi aku, Rose?!" tanya Raeden berapi-api sebelum melempar gelas kaca di tangannya ke dinding.

         Rose sekuat tenaga menahan diri untuk tidak berteriak saat Raeden juga menghempaskan piring di atas kitchen island dan menatapnya penuh amarah. Ini terjadi lagi.

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang