LXIV

18.2K 2.5K 363
                                    

          "Jadi ini sudah baikan, Pak? Jadi saya libur masak lagi habis ini karena Pak Michael yang bakal masak terus buat Mbak Rose?" Andaka menahan senyum saat pagi ini melihat Mikael sedang menuang susu ke dalam gelas di kitchen island.

         Hanya Andaka satu-satunya pelayan yang berani menggoda Michael Leclair seperti itu. Selain karena Andaka termasuk salah satu pelayan tertua, ia juga telah ikut membantu mengurus Mikael sejak pria itu mulai masuk sekolah dasar. Jadi, hubungan keduanya sangat dekat sehingga Mikael tidak pernah marah lama-lama kepada Andaka.

        Mikael berdecak walau tersenyum kecil. "Kamu ini, Andaka. Kalau sama majikan lain sudah dipecat dari kapan tahu. Lagian kerjaan kamu sekarang cuma perintah sana-sini ke Pina kan?"

         "Wah, nggak, Pak. Kerja sama-sama. Saya dan Pina ini partner, ya kan, Pin?" Andaka melirik Pina yang sedang memeluk tongkat pel.

         "Partner gimana, Mas Andaka?" balas Pina setengah sebal.

         "Pokoknya kalau kamu lihat Andaka gaji buta, kamu langsung suruh kuras kolam renang saja, Pina. Nanti saya—" Mikael berhenti berbicara ketika mendengar pintu kamarnya terbuka, sementara Andaka dan Pina segera menghilang dari dapur. 

         Pria itu menoleh dan mendapati Rose sedang melangkah keluar dari kamarnya sambil memegang sekotak susu berpita. Mikael tertegun melihat Rose pagi itu. Rambut acak-acakan serta kemeja putihnya yang kebesaran di tubuh Rose membuat wanita itu semakin cantik di matanya. 

          "Morning, Sleeping Beauty. Kamu sudah lapar?" Mikael menautkan alis saat Rose berdiri di sebrangnya dan terlihat menahan tangis.

         Mikael menjauhkan gelas susu di kitchen island sehingga ia bisa meraih bahu Rose. "Ada apa, Chou—"

         "Kenapa minum susu yang itu?" tanya Rose lalu mengendikkan dagu ke susu yang baru saja Mikael tuang. 

         "Hah? Memangnya kenapa?" balas Mikael dengan bingung. 

         "Kenapa? Kamu tanya kenapa?" Kedua mata Rose yang berlinang air mata menatap Mikael.

         Melihat Rose mulai menangis, Mikael panik. "Astaga, Rose aku salah apa?"

         "Kamu belum maafin aku ya?" tanya Rose pelan. Setetes air mata jatuh di wajahnya. 

         Segera Mikael memutari meja dan berdiri di depan Rose. "Sebelum kamu minta maaf, aku sudah maafin kamu. Terus kamu sekarang kenapa?"

         Rose tidak menjawab. Ia menunduk dan menangis semakin kencang sehingga Mikael ingin memeluknya tetapi ia tepis.

         "Nggak mau," ucap Rose sambil memeluk susu berpitanya erat. 

         Saat melihat sekotak susu di tangan Rose, Mikael tersenyum. "Jadi itu susu yang di kamar hadiah buat aku?"

          "Hmm," gumam Rose yang masih sesenggukan. "Kamu tinggal gitu aja di nakas. Pagi ini kamu minum susu yang lain."

          "Oh, Ma Choupinette..." Mikael menarik Rose ke pelukannya. Ia mengecup kepala wanita itu berkali-kali dan tersenyum semakin lebar.

          "Kamu duduk, ya." Mikael menarik kursi untuk Rose. 

          Pria itu mengambil gelas baru dan mengambil susu berpita yang sudah Rose taruh di atas meja. Mikael melirik Rose sekali lagi. Ia bingung mengapa Rose bisa begitu sensitif hanya atas persoalan susu. Akan tetapi, itu bukan masalah karena ia begitu bahagia melihat wanita itu telah kembali duduk di kitchen island-nya pagi ini.

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang