XX

13.7K 1.5K 154
                                    

          Pada waktu Rose baru sampai di penthouse, ia melonjak terkejut saat menemukan Raeden berada di kamarnya. Pria itu duduk di sofa dengan tangan menggantung selagi memegang sebotol vodka dan memberi tatapan yang sangat tajam. 

          "Where the hell have you been?" tanya Raeden sengit. "Alasan apa lagi yang kamu punya hari ini, Rose?"

          Pelan-pelan Rose melangkahkan kaki mendekat lalu menjawab pertanyaan Raeden, "Aku ke rumah Alana Leclair pulang dari kantor. Mamanya membuat soufflé and we had some tea time. Ponselku mati, aku tidak bisa menolak Tante Yana, and there it is."

          "Tea time at Leclairs?" Raeden mengernyit ragu. 

          Rose mengangguk. "Iya, tea time. Hanya bersama Alana dan Tante Yana." Bohong. Kamu bermain catur dengan Michael Leclair.

          "Rose, I told you to come straight home!" Bentakkan Raeden membuat Rose memejamkan mata.

           Raeden bangkit dari sofa kemudian berdiri menjulang di depan Rose dan menunjukkan dominasinya atas wanita itu. "Kenapa kamu menerima tawaran dari Leclair?"

          "Aku tidak bisa menolak Tante Yana, Raeden," Rose mengulang perkataannya, "She is like my second mother, you know it. Keluargaku dan Leclair sudah bersahabat bahkan sebelum ayahku lahir. Aku tidak bisa mengabaikan Leclair begitu saja, otherwise, ayah dan ibuku akan sangat marah kepadaku."

          Walaupun Rose sudah menjelaskan itu setenang mungkin, namun Raeden tetap Raeden yang tidak mudah menerima alasan apapun jika perintahnya tidak diikuti. 

         "Kamu takut orang tuamu marah tetapi kamu tidak peduli kalau aku yang marah, Rose? Perlu berapa kali aku bilang bahwa aku tidak suka kamu pergi-pergi tanpa sepengetahuan aku! Kamu sepertinya tidak pernah mendengarkan aku ya?"

         "I'm running out of battery, Raeden, sampai sekarang. Aku mau memberitahu kamu tetapi ponselku mati. Fine, I'm sorry. Lagi pula kamu tidak perlu khawatir, tidak ada laki-laki di sana."

         "Kalau kamu tidak bisa mengabari aku, then don't go! Aku perlu tahu kamu di mana dan bersama siapa at the exact time, Rose," Raeden mencengkram tangan Rose lalu melanjutkan, "Aku tidak mau berita terlambat seperti ini. Aku tidak mau memberi kamu waktu memikirkan alasan-alasan untuk berbohong seperti kemarin!" 

         "Raeden, aku tidak berbohong dan aku sudah bilang tadi, aku tidak bisa menolaknya—"

         Raeden menghempas botol vodka ke dinding sehingga Rose terkejut saat mendengar bunyi pecahannya. Mata pria itu memerah dan Rose tahu Raeden sangat marah. 

         "Don't you hear yourself? It's like you're choosing Leclair over me."

         "Tidak sama sekali, Raeden. Aku tidak sedang memilih siapa-siapa."

         "Kamu tidak sedang memilih siapa-siapa? Kalau kamu mencintai aku, seharusnya kamu sedang memilih aku, Rose!"

         Rose memejamkan mata sebentar karena perdebatan mereka mulai tidak masuk akal. "I choose you to marry me, Raeden. Apa itu masih kurang cukup membuatmu mengerti aku memilih kamu?"

         "Menikahi aku tidak bisa kamu jadikan tameng saat ini, Rose. Tidak bisa karena kamu memang harus menikah dengan aku, because I want you to dan tidak ada yang bisa melepaskan kamu dari aku."

         "Raeden-"

         "So don't make it as an excuse," potong Raeden dan ia menyelipkan jemarinya di rambut Rose lalu membelai pelan. "Aku sudah memaafkanmu tentang Harvey dan tadi siang kamu berjanji untuk tidak mengulangi lagi. But look at you, belum ada 24 jam kamu melakukannya lagi."

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang