I

58K 2.5K 68
                                    

       "Mr. Leclair, welcome on board."

        Michael Leclair memalingkan pandangan kepada pramugari yang baru saja menyapanya. Pramugari itu lantas pergi setelah Mikael menganggukkan kepala. Setiap kali pria itu terbang ke Jakarta, ia selalu duduk di kursi dekat jendela. Bukan karena pilihan bangku di kelas pertama penerbangan Charles De-Gaulle menuju Soekarno-Hatta selalu penuh, tetapi karena Jakarta selalu membuatnya teringat akan gadis itu.

        Selalu gadis itu.

        Apa kabar dia? pikir Mikael. Mikael tidak akan pernah lupa bagaimana gadis itu menyukai kursi jendela di pesawat. Dan kali ini Mikael melakukannya--duduk di kursi jendela untuk lima belas jam kedepan.

       Mikael juga tidak lagi menyukai tujuannya sejak sepuluh tahun yang lalu. Ibunya, Tatianna Leclair setiap hari mengajukan pertanyaan yang tidak dia ketahui jawabannya secara pasti. "Kapan kamu pulang, El?" menjadi pertanyaan wajib Tatianna setiap panggilannya terhubung dengan Mikael. Kenyataannya pria itu membenci Jakarta yang tidak lebih dari saksi bisu saat sepuluh tahun lalu sahabat terbaiknya tiada dan gadis yang sekarang sedang memenuhi isi kepalanya sungguh-sungguh meninggalkannya. 

       "Pak Michael, kita akan sampai di Jakarta pukul tujuh pagi dan dilanjutkan dengan rapat sirkuler dengan dewan komisaris dan direksi CLAIR di Leclair Tower SCBD. Kemudian—"

        Mikael tidak membiarkan Tyler, sekretarisnya, menyelesaikan kalimatnya.

        "Kirim agenda saya ke email pribadi saya saja, Tyler. Pastikan minggu depan saya sudah kembali lagi ke Paris," kata Michael kepada Tyler dan disanggupi oleh anggukan.

        "Baik, Pak," jawab Tyler lalu terlihat enggan untuk mengucapkan kalimat berikutnya.

        "Kenapa, Tyler?" Mikael bertanya karena menyadari keraguan Tyler. 

        Tyler dengan segan menatap atasannya. "Dan satu lagi, Pak, Ibu Tatianna dan Pak Arsen meminta Pak Michael untuk datang makan malam di rumah Kemang besok." 

        Mendengar ayahnya ada di Jakarta, Mikael menautkan alisnya. "Papa masih di Vancouver, no?"

        "Baru saja pulang kemarin, Pak. Nona Alana juga pulang hari ini."

        "Nanti saya telepon Mama."

        "Baik, Pak Michael."

        Alasan Mikael terpaksa memakai pesawat komersial hari ini adalah karena ketiga pesawat pribadi Leclair Enterprises tidak ada siap pakai. Satu dipakai ayahnya di Kanada. Jatah pesawatnya ia pinjamkan untuk Alana yang sedang berlibur ke Malta. Sedangkan, satu lagi sedang servis berkala. Untuk keberangkatannya kali ini, Mikael menyalahkan Orlando Patra, Direktur Keuangan CLAIR, yang membuat skandal perselingkuhan besar sehingga reputasi CLAIR merosot jauh hingga menurut efisien finansial perlu melakukan pengurangan modal. Jadi, Mikael tidak punya pilihan selain terpaksa menghadapi Jakarta. 

     Walaupun bagi pria itu, Jakarta telah mati sepuluh tahun yang lalu.

***

       Mungkin hampir seluruh orang di lobby Leclair Tower berhenti melakukan apapun yang sedang mereka lakukan dan mengalihkan pandangan kepada Michael Leclair, Chief Executive Officer Leclair Enterprises yang jarang sekali berkunjung ke Indonesia dan sekarang sedang berjalan mendekati lift eksklusifnya. Mikael hanya mengangguk saat setiap orang yang dilewatinya memberikan sapaan. Tyler yang mengekor di belakangnya sudah hafal betul bahwa Mikael tidak mungkin menghentikan langkah kakinya untuk beramah tamah. 

       Tidak selama Mikael berada di Jakarta.

       Seluruh orang di sana tahu bahwa Mikael tidak hanya memiliki gedung enam puluh lantai itu, tetapi juga menyandang gelar-gelar tambahan seperti The Richest Eligible Bachelor oleh Vogue dan World's Sexiest Man Alive oleh Times, serta peringkat satu di Forbes 400 tahun ini. Ya, gelar-gelar dan peringkat yang tidak pernah Mikael kategorikan penting dalam hidupnya. Namun, berhasil membuat separuh dunia ini semakin tergila-gila

       "Good morning. Bisa langsung dimulai saja," kata Mikael saat pria itu tiba di ruang rapat. 

        "Baik," Harvey Dharmasena selaku Direktur Utama CLAIR mulai berbicara, "Sehubungan dengan pemberhentian Orlando Patra tahun lalu, dampaknya semakin tidak membaik—particularly, deficit in balance dan new competitors. Konsultan kami menyarankan opsi penurunan modal dan opsi aksi korporasi termasuk pembubaran, seperti yang telah disampaikan hasil kajiannya kepada Leclair Enterprises dan Savian Media House sebagai pemegang saham minggu lalu. Bagaimana, Pak Michael dan Pak Arthur?"

        "One share one vote. Majority first," ucap Arthur Savian dengan senyum kepada Mikael.

        "Corporate action, no. Apalagi pembubaran, it will cost too many stakeholders. How about instead of reducing the capital, we issue new shares with capitalization of share premium? Jadi kita bisa menerbitkan saham baru, penyetorannya melebihi nilai nominal, kemudian selisihnya dikonversi dan masuk sebagai modal. Is that feasible, Vienna?" tanya Mikael kepada Vienna, konsultan CLAIR dari Deloitte.

        "Sebenarnya bisa saja, Pak Michael. Namun, sepertinya kita butuh penanganan yang lebih cepat daripada menerbitkan saham baru dan mencari potential buyer. Sekalipun buyer-nya adalah Leclair Enterprises atau turunannya, kami takut prosesnya akan terlalu lama dan tidak menguntungkan dengan reputasi CLAIR saat ini," balas Vienna.

       Mikael mengangguk. "Then, if that's the best, so be it. Saya tidak mau membuang lima belas jam waktu saya terbang dari Paris ke Jakarta hanya untuk mendengar anak perusahaan saya pailit apalagi bangkrut bulan depan."

       "Savian Media House are also agree for capital reduction, tapi sebagai catatan kami bersedia melakukan pengurangan modal dengan catatan nilai nominal saham yang dikurangi bukan seperempat, tetapi setengah dari nilai nominal saham saat ini. How can we discuss about it?" Arthur bertanya. 

      "Sepertinya kalau setengah tidak memungkinkan, Pak," kata Vienna. "Saat ini nominal saham berada di dua juta per lembar saham dengan jumlah saham sebanyak lima ratus juta dan total modal disetor dan ditempatkan sebanyak satu triliun rupiah. Sepertinya kalau langsung menjadi satu juta lembar saham dan modal langsung turun setengahnya, CLAIR akan kesulitan, Pak Arthur. Takutnya akan semakin merugikan."

      Mikael berkata, "Begini saja, tolong diperhitungkan untuk opsi penurunan modal setengah dari nilai nominal saham dengan pinjaman dari Leclair Enterprises sebesar seperempat nilai nominal saham saat ini. Jadi, secara perhitungan tetap sama, bukan?" 

      "Pak." Arian Tahir selaku Direktur Keuangan Leclair Enterprises yang duduk di sebelah Mikael dengan refleks bersuara karena ia terkejut Mikael akan menggelontorkan uang lagi untuk CLAIR. 

      "Very keen, Leclair. I wonder why," komentar Arthur dan Mikael mengendikkan bahunya.

      "It's a Hobson's choice and losing CLAIR is not an option, Savian. That's all."

      Ya, kehilangan perusahaan kesukaan gadis itu bukan sebuah pilihan.

***

Find this Leclair playlist to accompany your reading here:

Find this Leclair playlist to accompany your reading here:

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang