Paviliun di halaman belakang kediaman keluarga Leclair tampak menawan dan minimalis dari luar maupun dalam. Bangunan itu didominasi kayu dan dinding kaca sehingga pada siang hari, sinar matahari masuk dari setiap sisi dengan bebas dan pepohonan di sekitarnya membuat suasana di sana teduh dan sejuk. Dari teras paviliun, terlihat sebuah danau buatan yang tidak terlalu besar dan juga hamparan rumput luas tempat Arsen Leclair biasanya bermain golf. Nyaman sekali.
Rose berada di paviliun itu. Tatianna Leclair sendiri yang menyetir dan membawanya ke sana tanpa sepengetahuan siapa pun. Wanita paruh baya itu tidak banyak bicara. Sepanjang perjalanan, Tatianna hanya menanyakan apakah Rose baik-baik saja. Ketika mengantarkan Rose ke paviliun, Tatianna juga tidak meminta Rose bercerita apa-apa.
"Kamu duduk dulu, ya. Nanti Tante buat teh jahe, kamu bisa minum itu?" tanya Tatianna saat ia sedang menutup semua roller blind di paviliun sehingga Rose bisa mendapatkan privasi penuh.
Rose masih ingin menangis melihat Tatianna yang begitu baik kepadanya. Wanita itu duduk di sofa dan mengangguk. "Bisa, Tante."
"Oke," jawab Tatianna. Ia kemudian berjalan ke dapur mini di bawah tangga dan menyeduh teh di sana.
Rose mengagumi paviliun ini. Mirip sekali dengan rumah-rumah mungil yang sering ia lihat di HGTV(1). Rose bisa membayangkan menghabiskan waktu menyendiri sambil membaca buku di kabin ini sepanjang akhir minggu bersama segelas cokelat panas. Pasti menyenangkan.
"Anjungan ini biasanya dipakai Alana kalau dia sedang ingin ganti suasana menulis di kamarnya. Dari dulu dia suka sekali main rumah-rumahan, jadi dia suka sekali paviliun ini," kata Tatianna ketika Rose mengedarkan pandangan ke sekitarnya dengan mata berbinar.
"Tapi akhir-akhir ini dia sudah jarang ke sini. Palingan Tante yang masih suka yoga pagi-pagi di sini." Tatianna tersenyum sambil menunggu air di ketel panas. "Paviliun ini tidak ada apa-apanya dibanding paviliun di rumah Mikael di Neuilly. Kalau lagi di sana, Tante betah tidak ke mana-mana seharian."
Tatianna melihat perubahan wajah Rose saat ia menyebut nama Mikael. Wanita itu menatap Tatianna sejenak sebelum mengalihkan pandangan ke jendela yang tertutup. Ia tidak ingin mengingat pria itu karena ia hanya akan semakin merindukannya.
"Rose, ini tehnya," ujar Tatianna setelah memberikan secangkir teh hangat kepada Rose.
"Terima kasih, Tante Yana." Rose menggenggam cangkir itu erat. "Aku minta maaf kalau merepotkan. Tante rela menyetir dan menyiapkan ini semua untuk aku. I'm sorry, Tante."
Ucapan Rose dibalas dengan gelengan dan elusan di kepala. "Untuk apa minta maaf, Rose? Tante melihat kamu seperti anak Tante sendiri. Apa yang kamu rasakan saat ini?"
"Aku tidak apa-apa, Tante."
"Rose, 'tidak apa-apa ' itu bukan jawaban. Itu sanggahan, Nak. Tubuh, pikiran, dan hati kamu sudah lelah dengan sanggahan itu," Tatianna berkata. Ia meraih kotak P3K lalu mulai mengobati luka-luka di wajah dan tubuh Rose.
Rose hanya diam. Ia ingin membalas perkataan Tatianna, tetapi ia tidak bisa karena ia tahu kata-kata itu benar. Jadi selama Tatianna mengobatinya, ia tidak bersuara.
"Sebelum bertemu papanya Mikael dan Alana, Tante juga pernah ada di posisi kamu. Setiap minggu Tante masuk rumah sakit," kata Tatianna dengan sangat tenang, namun membuat Rose mematung seketika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]
RomansA heartfelt tale. Michael Leclair has a neighbor. He never thought he would be able to love again after years had passed, but Rose Asmaralaya turned his world upside down in just a few weeks when she ran away and knocked on his door. For Michael, Ro...