LXIII

19.5K 2.5K 471
                                    

        Rose memencet bel penthouse Mikael berkali-kali sambil sebisa mungkin menahan air matanya. Ia menenteng sebuah susu cokelat yang sengaja ia ikat dengan pita warna pink-biru sebagai hadiah permintaan maaf.

        "Malam, Mbak," sapa Pina dan Andaka ketika membuka pintu.

        "Bapak ada di kamarnya. Akhir-akhir ini suka pulang cepat," kata Andaka tanpa Rose tanya. 

        "Oke," Rose menjawab dan berjalan masuk ke dalam kamar Mikael.

        Wanita itu bisa langsung melihat Mikael yang tertidur menyamping di atas kasur. Rose melangkah mendekat dengan pelan lalu meletakkan susu berpitanya di atas nakas. Ia kemudian melepas sendal bulunya dan berusaha tidak membuat banyak pergerakan ketika naik ke kasur untuk berbaring di sebelah Mikael.

       Rose merapat ke punggung Mikael sebelum melingkarkan tangannya memeluk tubuh pria itu. Air matanya jatuh saat ia kembali menghirup wangi Mikael yang ia rindukan. Ia mengecup pundak Mikael ketika ia merasa begitu bersalah karena menyakiti pria itu akhir-akhir ini. 

        "Aku tidak pernah punya laki-laki yang mencintai aku selain ayahku sendiri. Sampai tahun lalu, aku bertemu Raeden," kata Rose mulai bercerita. 

        "Setiap hari bersama Raeden dan setiap hari juga aku tidak bahagia. Setiap hal yang dia lakukan—bagaimana dia selalu curiga, memukul, melempar, meludah, bahkan memaksaku untuk berhubungan intim dengan dia—membuatku nyaris gila. Aku tahu aku bodoh karena bertahan, tapi saat itu aku bisa apa? Aku satu-satunya harapan keluargaku tahun lalu."

        Satu isakkan Rose lolos saat ia kembali bersuara, "Raeden selalu bilang kalau aku bodoh, bodoh, dan bodoh setiap kali dia marah. Awalnya aku bisa menolak setiap ucapannya yang menyakitkan tapi lama-kelamaan, secara tidak langsung itu mempengaruhiku bahkan ketika aku tidak sadar. Ucapannya dan perilakunya, aku tidak tahu mana yang lebih buruk, Mikael. Keduanya membuatku merasa sama sekali tidak berharga."

        "It feels like I'm nothing important, at all. Setiap dia memukul, misalnya, he hurt me so hard that I can't breathe and then left me alone. Like I'm a doll. Seperti boneka yang ditemukan di pinggir jalan, El—" Rose memberi jeda saat ia semakin terisak karena merasa begitu pilu mengatakannya. 

         "—seperti itu rasanya. He makes me feel so worthless, sampai aku merasa aku tidak berhak bahagia," lanjut Rose dan ia memeluk Mikael semakin erat.

         "And then you came with your charming folded sleeves shirt in the kitchen. Kamu datang untuk menolong luka ditanganku. I know you are my angel since day one, Mikael. Dan itu yang membuat aku terus mendorong kamu. Bukan karena aku tidak ingin bersamamu, El. Aku sangat ingin bersama kamu. Tapi dengan kamu menyayangiku saja, aku sulit membayangkannya. Aku sulit percaya karena semua pikiran yang tertanam di kepalaku bahwa aku tidak ada harganya."

        Rose berkata pelan, "I told you I'm too worthless. Sangat kontras dengan kamu. Makanya, aku pikir aku akan kalah dengan Keneisha yang sejak awal memang sudah ada dihati kamu. Lalu Tante Yana menceritakan bagaimana dulu kamu kalah dari Keanu Alexander. Jadi aku semakin ingin kamu jauh dariku karena aku pikir kamu menginginkan Keneisha sekali lagi. Kamu bisa bahagia dengan Keneisha, aku pikir."

        "Jadi aku mengalah untuk Keneisha karena aku ingin kamu menang kali ini. Why? Maybe I'm used to it. Mengalah bukan lagi hal yang sulit bagiku apalagi kalau aku harus melakukannya demi kebahagiaan kamu, El. Aku tidak ingin kamu berdiri di tepi jurang bersama aku. So I wanted you to stay away because I really want you to be happy."

        "It's very cliché. Tapi aku tidak menemukan kata-kata lain. Aku percaya kamu bisa menjaga dirimu, El. But maybe I love you just a bit too much that I don't want you to get hurt. Bahkan jika Raeden hanya memukulmu seperti ini, aku menangis. Aku cengeng hari-hari ini," Rose berdecak lalu mengusap pipinya.

        "Aku tahu justru aku yang menyakiti kamu. Kamu mau tahu kenapa aku bilang kita adalah kebodohan dan kamu adalah masalah terbesarnya?" Wanita itu kemudian menempelkan pipinya di pundak Mikael.

         Walaupun tubuh Mikael tidak bergerak dan mata pria itu terpejam, Rose tetap berkata, "Karena seharusnya kita hanya rekan di atas kontrak tanpa perasaan apa-apa. Tapi aku bodoh karena justru jatuh cinta denganmu, El. Kamu yang aku pikir mengasihani aku, seperti yang orang banyak lakukan."

         Rose mengeratkan pelukannya di perut pria itu. "Dan kamu adalah masalah terbesar karena kamu membuatku begitu menyayangimu, that I need to second guess every decision I have made. Kamu dan usaha-usahamu membuatku ingin egois untuk memilikimu sendirian."

         "Merci mille fois(1), Kael," ucap Rose begitu pelan, hampir berbisik. "Untuk semuanya."

         Ketika Rose hendak menjauhkan diri dari tubuh Mikael, pria itu menahan tangannya yang masih dalam posisi memeluk. Kedua mata Rose melebar saat Mikael memutar posisi tubuh untuk berbaring berhadapan dengannya. Pria itu tidak tidur dari tadi?

         Rose menunggu Mikael mengatakan sesuatu tetapi pria itu justru langsung memeluknya. Air mata Rose masih mengalir ketika Mikael mendekapnya dan mengelus rambutnya dengan lembut tanpa berbicara apa-apa. 

         "Thank you. Thank you, Rose," kata Mikael.

        Pria itu berterima kasih karena Rose akhirnya membuka diri dan berani bercerita sehingga Rose semakin memeluknya.

        Kemudian Rose menarik kepalanya supaya bisa menatap Mikael. Ia meniti setiap luka di wajah Mikael lalu mendekat untuk mencium luka itu satu per satu, seperti apa yang pria itu lakukan kepadanya. Mikael tertegun ketika Rose melakukan itu tetapi ia tidak bisa menghindari senyumnya sendiri. 

        Rose mengakhiri kecupannya di wajah Mikael dengan ciuman kecil di bibir pria itu. Saat mata mereka saling menatap dalam diam, Rose meraih pipi Mikael dan mengelusnya pelan.

        "Would you forgive me?" tanya Rose penuh harap.

       Mikael tetap diam memandang Rose dan menikmati elusan wanita itu di pipinya.

        "Memangnya kamu salah apa?" Mikael bertanya pelan.

        "Pura-pura amnesia ya?" Rose menyipitkan matanya. 

        "Jadi aku dimaafin nggak, Pak Malaikat?" tanya Rose lagi lalu menggigit bibirnya sehingga Mikael pura-pura pingsan.

        Rose tertawa pelan. Ia tersenyum saat berkata, "I love you."

        Mendengar Rose mengucapkan itu masih terasa seperti mimpi bagi Mikael. Pria itu langsung membuka matanya lalu menatap Rose dengan berbinar.

        "You love me back?" tanya Mikael yang selama ini cintanya tidak pernah berbalas.

       Rose mengangguk. Ia sekali lagi menggigit bibirnya dan menjawab pelan, "Ya."

       Mikael bergerak ke atas Rose dan menumpu dirinya ketika menatap wanita itu yang berada di bawahnya. 

       "Say it again," kata Mikael.

       "I more than love you, Mikael," jawab Rose sebelum Mikael menutup bibirnya dengan ciuman. 

        Ketika bibir Mikael tidak hanya bertahan di bibirnya dan semakin turun ke lehernya, Rose tahu ciuman mereka itu akan menghasilkan ciuman-ciuman lainnya. Dan Rose tidak keberatan jika malam ini Mikael kembali membawanya bahagia sampai langit ke tujuh. 

        Rose menaruh lengannya di leher Mikael saat pria itu menatapnya dengan nafas menderu.

        Wanita itu mengerling malu-malu dan tersenyum. "Welcome back, Sir Michael."

***

(1) Thank you a million times



Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang