LXV

17.4K 2.4K 199
                                    

          "Bapak di dapur, Mbak," kata Pina yang membukakan pintu penthouse Mikael untuk Rose. Hari ini Mikael memasak lagi untuknya sehingga Rose pulang ke penthouse pria itu.

          "Terima kasih, Pina." Rose tersenyum.

         Wanita itu meninggalkan tasnya di sofa dan pergi ke dapur. Ia menyandarkan sebelah bahu di tembok lalu mendapati Mikael yang masih memakai kemeja biru muda sedang menumis sesuatu di wajan. Pria itu belum menyadari kehadirannya karena terlalu asyik bergerak dan tersenyum. Mikael sekarang bukan lagi Mikael yang pelit senyum saat pertama kali mereka bertemu atau dingin seperti dua hari lalu. Mikael sekarang adalah Mikaelnya yang bahagia.

         Mikaelnya.

         Rose tersenyum kecil dan merasakan matanya mulai panas. Kalau saja waktu itu Rose tidak bertemu Mikael, entah apa jadinya dia sekarang. Dan membayangkan Mikael benar-benar pergi, ternyata Rose tidak mampu. Ia ingin Mikael selalu tersenyum seperti saat ini ia melihat pria itu memasak untuknya atau seperti tadi malam ketika mereka selesai bercinta. 

         "So are you just going to stare at me?" Mikael bertanya dengan sebelah alis terangkat setelah menyampirkan serbet di bahunya. 

         "What else I'm going to do, Chef?" Rose tersenyum jahil lalu menyeka ujung matanya. 

         Mikael melirik atap dapurnya seolah berpikir. "Since I know we're both hungry and I can't carry you to bed yet—"

          "Hei!" seru Rose sambil memelotot sehingga Mikael tertawa. Ia berlari ke arah Mikael lalu memukul lengan pria itu. "Who are you? Mana Mikaelku yang jutek dan tidak bisa bercanda?"

          "Mana Mikaelmu? Mikaelmu?" Kedua mata Mikael berbinar. Pria itu memegang kedua lengan Rose yang sekarang menatapnya malu-malu karena salah tingkah.

          "Tidak, tidak. Aku salah bica—"

          "Mikaelmu tidak pernah ke mana-mana, Choupinette. Kamu saja yang selalu menyuruh Mikaelmu pergi jauh-jauh. Sekarang kamu cari juga kan?" 

          "Kepedean."

          "Oh, kalau gitu jangan nangis kalau aku pergi sama Keneisha," goda Mikael tetapi Rose justru mengangkat kedua alisnya.

          "Silahkan saja. You'll end up being a sad boy for another time. Keneisha tidak akan mau jadi pacar kamu. Ayo, taruhan," kata Rose galak, membuat Mikael kaget sekaget-kagetnya.

          "Rose," panggil Mikael. Ia berdecak kecil lalu menyipitkan mata. "Kalau kamu seperti ini dari minggu lalu, kita tidak perlu berkelahi yang tidak penting."

          Rose memutar matanya. "Jadi, salah aku? Iya?" 

          "Predikat galak aku sudah pindah ke kamu, ya?" 

          "Habisnya terlalu banyak main sama kamu sih."

          Mikael kemudian menarik Rose mendekat. "Cute. You," katanya, sengaja dengan datar.

          "Nggak ada romantis-romantisnya sama sekali. Heran," cibir Rose tetapi melingkarkan tangannya di leher Mikael. 

         Melihat pipi wanita itu merah padam, Mikael tersenyum. "I doubt it, Choupinette."

         Rose tertawa kecil ketika Mikael mengangkatnya duduk di kitchen island dan mencium bibirnya. Saat mereka wajah mereka menjauh untuk mencari napas, tangan Rose yang berada di leher Mikael bergerak mengusap pipi pria itu. 

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang