L

16.7K 2.1K 224
                                    

          "Tyler, kamu minta supir saya stand-by sekarang. Sebentar lagi kita pergi."

          Lagi-lagi, Tyler Karim dibuat heran oleh atasannya hari ini. Keduanya berpapasan di depan pintu toilet ketika Tyler menerima perintah aneh itu. Seorang Michael Leclair yang kedudukannya tidak lagi dipertanyakan orang, jarang menyudahi agendanya lebih cepat daripada yang dijadwalkan kecuali ada situasi mendesak. 

         Hari ini, Mikael ditemani sekretarisnya menghadiri undangan makan siang bersama sederet petinggi negara Eropa Timur dan juga beberapa pengusaha perusahaan-perusahaan besar. Pertemuan bisnis berselimut jamuan makan ini tidak lagi hal yang baru untuk orang seperti Mikael. Pemimpin manajemen tertinggi perusahaan sudah seharusnya memiliki kemampuan menciptakan jaringan bisnis dan membangun relasi sebaik mungkin dengan koleganya karena ialah 'wajah' dari perusahaan. Maka itu, pada saat seperti ini, biasanya Mikael berbicara lebih banyak dari biasanya untuk memenuhi kepentingannya atau bahkan hanya sekadar mempelajari pesaingnya. 

          Namun, kali ini pria itu tidak banyak bicara. Pikirannya bercabang. Satu ada di sini untuk memperhatikan percakapan orang-orang di sekitarnya dan satu lagi masih kusut karena wanita yang ingin sekali ia lihat wajahnya sekarang juga. 

          "Tyler? Kamu dengar saya?" Mikael berkata lagi kepada Tyler.

          "B-Baik, Pak," jawab Tyler tanpa bertanya alasannya.

          "Asmaralaya Industries tidak diundang ya?" tanya Mikael, membuat Tyler mengerutkan alisnya dan langsung mengecek ulang undangan di email.

          "Kalau dilihat di daftar undangan sih ada, Pak." 

          Mikael berdecak. Jadi Rose benar-benar tidak ada di Jakarta? Apa memang semuanya terlalu rumit sehingga Rose rela pergi ke Labuan Bajo hanya untuk menghindarinya?

          "Ya sudah. Dua puluh menit lagi saya keluar. Have a lunch too, jangan lupa. Saya lihat tadi di mejamu kamu belum makan," ucap Mikael.

           Tyler merasakan perhatian atasannya itu seperti salah satu tanda dari akhir zaman saking anehnya. "I-Iya, Pak. Tadi dapatnya kerang tapi rasanya aneh jadi saya balikin."

           "Itu siput. Escargot. Selamat, ya, kamu baru saja nolak uang jutaan." 

          Mikael menepuk pundak Tyler sebelum berlalu untuk kembali masuk ke dalam auditorium Kempinski, sementara Tyler hanya bisa membelo. Jelas Mikael tahu Tyler terkejut. Bukan hanya karena escargot, tetapi karena perlakuannya yang tidak sekaku biasanya. Sudah beberapa kali Mikael seperti itu kepada pekerjanya dan ia yakin kalau Rose tahu hal ini, wanita itu akan langsung mengangkat ibu jari tinggi-tinggi.

           Kamu di mana? Mikael menghela napas lalu mengecek ponselnya. Ia sudah mencoba menghubungi Rose, namun tidak juga mendapat balasan. Apa ucapannya beberapa hari lalu berlebihan? Mikael mengetuk-ngetuk jari di atas meja ketika mengingat ulang kata-katanya malam itu. Ia akan menjadi pembohong besar kalau ia bilang ia tidak takut menyakiti Rose. 

          "Saya tertarik sekali dengan peluang pasar di Swedia apalagi untuk pulp dan kertas, tapi sudah ada Asmaralaya Industries di sana. Harganya akan terlalu kaku," kata salah seorang undangan di meja Mikael.

          Mendengar nama Asmaralaya disebut, Mikael langsung mendongak. 

          "Yes, they're expanding rapidly this year. Saya baru cek stocks pagi tadi, harga sahamnya naik sampai 2% setelah tembus pasar di Rusia dan Polandia menjadi nomer dua di bawah Leclair Enterprises," balas seorang yang lain.

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang