XVI

14.6K 1.6K 84
                                    

          Waktu menunjukkan pukul delapan malam saat Mikael keluar dari kamar dan Rose Asmaralaya belum kembali ke penthouse-nya walaupun tadi bersikeras berkata demikian. Mikael sudah meminta pihak apartemen untuk memeriksa kamar Rose supaya wanita itu bisa pulang seperti yang ia mau dengan aman.    

         Tetapi sekarang Rose justru terlelap dengan sebuah majalah menimpa separuh wajahnya.

         Mikael berdecak ketika melihat itu dan ia menunduk untuk pelan-pelan mengambil majalah dari wajah Rose, menaruhnya kembali ke atas meja. Bisa Mikael dengar nafas teratur diikuti dengkuran halus wanita itu saat ia menatap Rose yang begitu pulas. Rose tampak begitu tenang namun kelelahan di saat yang bersamaan dan di mata Mikael, wanita yang tertidur itu sangat cantik.

         Beberapa helai rambut Rose sedikit menutupi mata dan Mikael berhati-hati menyibaknya hingga luka yang dibuat Raeden terlihat. Mikael berdesah sebal dalam hatinya. Kenapa harus Raeden, Rose?

          Pada saat itu, Andaka—ART(1) Mikael—baru saja selesai membersihkan kolam renang di halaman luar dari dedaunan kering ketika melihat majikannya mengamati Rose Asmaralaya dengan lama. 

          "Permisi, Pak," kata Andaka yang sungkan melalui ruang tengah. Suara Andaka membuat Mikael melepas pandangannya dari Rose. 

          "Silahkan, Andaka," Mikael menganggukkan kepala dan segera menjauhi Rose untuk pergi ke perpustakaan di lantai dua. 

          "Maaf, Pak, tadi ada kiriman dari toko kue untuk Bapak. Saya sudah taruh di meja makan."

          "Pindahkan ke meja ruang tengah saja, Andaka. Kalau Rose bangun bilang kue sus itu bisa dia makan. I'll be working at the library," kata Mikael sebelum menginjak anak tangga pertama. 

          "Akan saya sampaikan, Pak." 

          Andaka menyanggupi perintah yang ia terima dan sedang melanjutkan langkah menuju dapur saat Mikael kembali menyebut namanya, "Andaka."

          Andaka melihat majikannya sedikit mengerutkan alisnya lalu bertanya, "Kamu kenal siapa yang duduk di sana, bukan?" Mikael menunjuk ke arah sofa besarnya.

         Jelas Andaka tahu. Selama ia bekerja di penthouse Mikael yang jarang sekali ditinggali pria itu, beberapa kali Andaka berpapasan dengan Rose dan saling menyapa sebagai tetangga. 

          "Iya, Pak, saya tahu. Ibu Rose Asmaralaya yang tinggal di depan," jawab Andaka kepada Mikael. 

          "Apa kamu tahu pacarnya juga?"

          "Saya pikir Pak Michael adalah pacarnya Ibu Rose," Andaka mengernyit heran. Tidak pernah ada wanita selain Alana Leclair dan Tatianna Leclair yang menginjak penthouse Mikael. Jadi jika sekarang Rose Asmaralaya ada di sana, Andaka hanya bisa mengira bahwa wanita itu pasangan Mikael.

          "Bukan," Mikael menjawab Andaka datar.

          "Wah, maaf, Pak. Habisnya saya lihat tadi Pak Michael menatap Ibu Rose seperti itu."

          "Dan seperti apa memangnya tatapan saya, Andaka?" Mikael mengangkat sebelah alisnya.

          Andaka sadar ia membuat majikannya sebal tetapi ia tetap membalas sambil menahan senyuman, "Seperti yang saya lihat di tayangan televisi atau mungkin seperti Tuan Arsen melihat Nyonya Tatianna. Maaf jika saya lancang, Pak, tapi Pak Michael dan Ibu Rose memang terlihat serasi."

          "Ada yang minta pendapat kamu, Andaka? Kamu yang benar kalau bicara," kata Mikael yang terganggu dengan kata-kata Andaka. 

          Mikael menarik napas dan menggelengkan kepalanya. "Kamu terlalu banyak menonton sinetron. Saya dan Rose hanya berteman, jadi jangan berani menyamakan kami dengan Papa dan Mama."

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang