DISCLAIMER: The last scene of this chapter is classified as restricted (R) content. Please read wisely.
Jemari Mikael terus menari di atas piano. Clair de Lune dari Claude Debussy yang menemani isi pikirannya dengan lembut malam ini sangat berbeda dengan Nocturnes yang ia mainkan beberapa waktu lalu. Alunan pianonya malam ini begitu tenang. Terdengar diam, sepi, dan penuh tanda tanya.
Kebodohan?
Hubungan mereka adalah kebodohan?
Dan Mikael adalah kesalahan terbesarnya?
Satu jam berlalu dan keinginan Mikael hanya satu. Ia ingin lupa. Mengapa? Karena bagaimana bisa Rose mengatakan kalimat itu seringan angin di saat ia tidak sanggup melupakannya bahkan untuk satu kata saja?
Begitu banyak pertanyaan di kepalanya. Terlalu banyak kontemplasi yang lagi-lagi berujung pada satu jawaban, yaitu penolakan.
Apa memang hidupnya selalu tentang penolakan?
"Am I trespassing?"
Mikael menoleh ketika mendengar suara yang ia kenali. Ia melihat Keneisha berdiri di dekat pintu masuknya sambil tersenyum hangat.
"Ya," jawab Mikael sehingga Keneisha tertawa pelan.
"Tadi Pina yang buka pintu," Keneisha berjalan mendekati Mikael. "Aku baru mau pindah dari apartemen Rose. I think I should say goodbye to you."
Mikael bergeser sedikit di bangkunya lalu Keneisha duduk di sebelahnya.
"Oh."
Keneisha menarik napas dan menekan tuts piano asal-asalan ketika berkata, "Dari dulu kamu main piano kalau lagi banyak pikiran. Kayaknya malam ini Rose lagi shift di kepala kamu ya? Eh, bukan shift-lah. She stays there, so we can't call it a shift."
Tidak perlu jawaban, Keneisha bisa mendapati jawaban Mikael hanya dengan melihat mata pria itu yang hanya lurus menatap jendela.
"She keeps pushing me away. Dia memasang tembok tinggi yang menutup semua usahaku. I told her that I want her but she said no. Dia bilang kami adalah kebodohan dan aku adalah masalah terbesarnya. How nonsense is that?" kata Mikael dengan pelan, seakan berbicara sendiri.
"Aku terbiasa dengan penolakan. It's fucking fine, I'm used to it. Tapi dia bilang aku adalah masalah. Masalah terbesar. I said I want to make her happy and she said I am a stumbling block. See? Dia membuat semua yang aku lakukan sia-sia."
Keneisha terus mendengarkan sambil mengelus pundak Mikael. Ia bisa melihat kemarahan yang muncul sebagai ketidakpercayaan dari setiap kata-kata sahabatnya itu.
"She's so different. Aku seperti tidak mengenalnya," Mikael bergumam kecil.
"I've told you, aku nggak tahu apa masalah kalian. Tapi sebagai wanita, aku bisa lihat kalau dia menatap kamu sama seperti kamu menatapnya. Tatapan mau saling buat satu sama lain bahagia. Itu intinya, itu modalnya, El. Apapun yang ia katakan ketika marah, jangan didengar."
"Keep fighting. If you want her, fight for her, even though it means that you have to fight her," kata Keneisha lagi saat Mikael diam cukup lama.
Mikael menoleh untuk menatap Keneisha."I do. Tapi gimana caranya memperjuangkan yang tidak mau diperjuangkan, Ken?"
***

KAMU SEDANG MEMBACA
Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]
RomanceA heartfelt tale. Michael Leclair has a neighbor. He never thought he would be able to love again after years had passed, but Rose Asmaralaya turned his world upside down in just a few weeks when she ran away and knocked on his door. For Michael, Ro...