XIII

14.3K 1.4K 105
                                    

        Setelah menghadiri lebih dari lima rapat termasuk rapat yang ia habiskan dengan kegiatan konyol—transfer uang—bersama Michael Leclair, pukul enam sore Rose menjemput Alyssa di rumah orang tuanya. Rose tidak sempat turun karena Alyssa sudah menunggu di depan pintu dan langsung masuk ke dalam Audi miliknya. 

        "Really?" tembak Alyssa dengan kesal saat dia duduk di kursi penumpang dan menatap Rose yang sedang menyetir. 

         Rose mengernyitkan dahinya. "Really what?"

        "Dari dua jam yang lalu, Raeden tidak berhenti membanjiri aku dengan pesan-pesannya yang sangat menunjukkan dia memang sakit jiwa. Aku sudah bilang berkali-kali kalau kamu hanya akan mengantarkan aku ke rumah Sierra dan di sana tidak ada laki-laki kecuali Harvey—he's busy."

        Rose memutar setirnya memasuki jalan arteri Pondok Indah yang mulai dibasahi gerimis hujan sambil terus mendengarkan adiknya marah-marah.

        "Raeden itu nggak ada kerjaan lain, ya? Dia jadi direktur di AHG kerjaannya ngapain, sih? Setiap detik mencurigai tunangannya dan merepotkan orang lain dengan pertanyaan-pertanyaan yang sangat tidak penting! For God's sake, Kak, he never trusts you! Dia bahkan bilang," Alyssa berhenti lalu mengubah suaranya menjadi cempreng, "Kamu benar pergi sama Rose? Atau sebenarnya dia mau pergi bersama laki-laki lain, jadi dia berbohong?"

        Bukannya menanggapi kata-kata Alyssa, Rose malah tertawa saat mendengar suara Alyssa. 

        "Harusnya romantis bukan? Seorang CEO yang sibuk dan selalu menyempatkan diri mencari kabar pasangannya?" Alis Rose terangkat sebelah dan Alyssa bersumpah kakaknya itu terdengar sedang meledeknya. 

        "Aku tidak tahu kamu sedang bercanda atau bukan, Kak. But if you are, humor kamu jelek sekali dan aku menyalahkan Raeden yang telah merusaknya. Pokoknya, di tahap ini, semua keburukanmu akan aku salahkan kepada Raeden. He's too much."

        Rose tersenyum melihat reaksi Alyssa. "Memang begitu orangnya, bagaimana?" balas Rose. 

        Alyssa tahu sekali itu adalah pertanyaan retoris tetapi dia tetap menjawab ketus, "Ya, putusin lah. Belum menikah saja curigaan terus."

        "I love him anyway."

        "Because you're stupid," balas Alyssa tanpa segan dan Rose tertawa. 

        Wanita itu selalu saja tertawa jika ada pembicaraan tentang Raeden. Kadang Alyssa berpikir kakaknya memang benar-benar gila karena tertular Raeden yang menurutnya sakit jiwa. 

        "Kalau kamu bagaimana dengan Mikael, Lys? He's good to you, right?" tanya Rose dengan senyum di bibirnya. 

        Alyssa ikut tersenyum dan membalas, "He's good. He is way too good, sehingga aku menolak perjodohannya. Lagi pula Mikael terlalu dingin untuk dijadikan pasangan. Not my type. He loves Monet dan ketika membicarakannya, kami berdua sama-sama merasa lebih cocok menjadi teman."

        Rose terkejut ketika mendengar Alyssa sampai ia menolehkan kepalanya sekilas. "Are you sure? Kenapa tidak mencobanya saja lebih dulu, Alyssa? If he's good, then why don't you give it a try? He's Michael Leclair dan kamu, Alyssa Asmaralaya. Perfect, isn't it?"

         Alyssa tertawa geli. Sejenak ia membayangkan dirinya bersanding dengan Mikael tetapi kemudian dia berkata, "Well, it might be perfect. Tetapi justru itu, Kak, he's too perfect. Aku tidak ingin kalau kami pacaran dan suatu saat kami tidak saling berbicara. Lebih baik teman."

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang