LXVI

16.8K 2.3K 247
                                    

          Mungkin sepotong pain au chocolat dan sebuah lilin kecil terpasang di atasnya tidak masuk ke dalam standar ulang tahun seorang miliarder seperti Michael Leclair. Namun, hanya itu yang Rose punya. Sebelum mereka tidur tadi, Rose sudah mengomel kenapa Mikael baru bilang akan ulang tahun dalam hitungan jam. Lalu Rose tidak bisa membantah saat Mikael menjawabnya, "Salah sendiri kemarin kamu marah-marah. Bagaimana aku bisa bilang?"

          Rose melangkah hati-hati ketika ia kembali masuk ke kamar Mikael pukul dua belas malam. Ia tersenyum saat menatap kroisan berlilin di tangannya dan pria yang sedang terlelap di atas kasur itu bergantian. Wanita itu mendekati Mikael kemudian berlutut di samping kasur. 

           "Selamat ulang tahun, Pak Malaikat," ucap Rose pelan.

          Kedua mata Mikael mengerjap pelan. Perlahan cahaya samar-samar dari lilin yang ia lihat menjadi semakin jelas. Ia bergerak bangun dan menopang tubuhnya sendiri dengan tangan. 

          "Make a wish, terus tiup lilinnya," kata Rose semangat.

          "Thanks."

          Mikael tersenyum melihat Rose menjadikan pain au chocolat sebagai ganti kue. Pria itu mengusap rambut dan menatap mata Rose beberapa saat. Kemudian tanpa membuat harapan apa-apa, Mikael langsung saja meniup lilinnya, membuat Rose berdecak.

           "You didn't make a wish!" 

           "Buat apa?" tanya Mikael dengan suaranya yang masih parau. Ia mengambil piring kecil di tangan Rose dan menaruhnya di atas nakas sehingga Rose bisa kembali berbaring di sebelahnya.

           "Memangnya kamu tidak punya harapan apapun?" Rose bertanya saat memeluk Mikael. "Ah, iya sih kamu kan sudah punya semuanya. Michael Leclair is already enterprising at the top of the world. Betul?"

           Mikael mendengarkan celotehan Rose lalu menggeleng. "Aku belum punya semuanya selama urusan kamu dan Raeden belum selesai. Tapi itu bukan harapan, Rose. Melepaskan kamu dari Raeden adalah kewajiban karena aku adalah suami kamu. That's my rights and responsibility."

           Pelukan Rose mengerat ketika ia mengingat ancaman Raeden. "Mikael, mungkin malam ini aku belum bisa memberi kamu hadiah. Tapi," Rose menggantung ucapannya. Ia memundurkan kepalanya dan mencari mata Mikael. 

           "Malam ini aku berjanji akan selalu bersama kamu. Apapun konsekuensinya. Aku tidak akan lagi menyuruh kamu pergi jauh-jauh dari aku. I want to take care of you just like you take care of me. Hal yang terjadi belakangan ini membuatku semakin sadar bahwa tidak peduli serumit apapun semua itu, aku tetap menginginkan kamu."

          Rose ingin menangis saat ia berkata, "Mungkin berjalan bersamaku tidak mudah dan aku minta maaf untuk itu. Tapi di malam ulang tahun kamu ini, aku hanya mau kamu tahu kalau kamu sudah memiliki aku sepenuhnya, El."

          "Kamu sudah punya semuanya, Mikael. So be happy because you deserve it," ucap Rose lagi.

          Lalu Rose merasakan kakinya melemas ketika Mikael mengecup seluruh wajahnya dan mencium bibirnya lama. Pria itu kemudian berbisik, "You stole my words away again. How do I not love you?"

***

           "Mikey, senyum!"

           "Ini udah."

           "Ganti senyumnya! Jelek!"

           Baru kali ini Mikael merasa hari ulang tahunnya begitu ramai. Padahal, tidak ada yang spesial di tahun-tahun sebelumnya. Biasanya Mikael hanya bekerja sampai malam seperti hari normal. Namun, ulang tahun kali ini cukup membuatnya sakit kepala. Dari tadi pagi ia sudah berdebat dengan Rose yang tidak ingin datang bersama karena takut ketahuan orang lain. Tapi Mikael menggunakan senjata 'turuti aku karena aku lagi ulang tahun', mau tidak mau Rose menurut. Lalu karena tahun ini ia ulang tahun di Indonesia dan terpaksa tiup lilin bersama kembarannya yang serba heboh, ia harus mengikuti standar foto Alana yang terlalu ribet diikuti.

Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang