"Aku minta maaf."
Entah berapa kali sudah Rose mengatakan kalimat itu kepada Mikael. Pria itu tidak menjawab dan hanya meliriknya sebentar. Rose sudah berhenti menangis tetapi ia kelihatan sangat kumal dan berantakan. Wajahnya dihiasi air mata dan luka mengotori kepalanya, belum lagi rambutnya yang acak-acakan.
Raeden you asshole. Mikael menggeram dan mengatupkan rahangnya rapat-rapat. Sejujurnya Mikael ingin sekali menghancurkan Raeden saat ini juga, namun ia berpikir bahwa akan lebih bijaksana jika membantu Rose terlebih dahulu.
Masih memakai Brioni yang kotor dan penuh noda, Mikael berjalan mendekati wanita yang duduk dengan kaku di atas sofanya sambil membawa kain bersih dan wadah berisi air hangat.
"Kamu terus mengucapkan maaf dan aku mulai bosan mendengarnya, Rose. Berhenti minta maaf karena kamu tidak salah. Berlari dari orang yang menyakiti kamu bukan sebuah kesalahan," kata Mikael saat jemarinya menyeka sisa-sisa air mata di wajah Rose dan ia membersihkan luka di kepala wanita itu dengan lembut.
"Bagaimana kamu bisa tahu? Aku bahkan belum bercerita apa-apa."
Mikael menjawab saat ia mencelup dan memeras kain di dalam air lalu kembali menyeka pelipis Rose, "Aku kenal Raeden sejak kuliah. Aku sudah sangat mengerti dia seperti apa dan cara dia memperlakukan perempuan. He never treats women right."
"You sound like my sister, Harley, and Therie," kata Rose begitu polos. Ia mengernyitkan dahi dan tidak menyadari tangannya memegang erat kemeja Mikael ketika pria itu mengoleskan cairan antiseptik pada lukanya.
"Sakit?" tanya Mikael, tidak menanggapi perkataan Rose.
"Tidak apa-apa—aw," Rose meringis dan menarik kemeja Mikael semakin kencang sehingga pria itu menjadi sedikit lebih dekat.
"Tahan sebentar," Mikael meniup luka Rose lalu tidak sadar bergumam, "What did he just do to you?"
"Hmm, Raeden melempar vas," jawab Rose seperti itu adalah hal yang sudah biasa.
"That doesn't sound like a big deal for you."
"Iya, lebih big deal saat kamu mengirim satu miliar ke rekening aku. Oh, ya aku sudah mengembali—"
"We're not talking about money here. Bisa kamu tidak mengalihkan pembicaraan kita?" Pertanyaan Mikael membuat Rose menelan ludahnya karena pria itu terdengar sinis sekaligus menatapnya begitu dalam. "Raeden melempar apa lagi?"
"Vas bunga, cangkir kopi, piring yang waktu itu diberikan Tante Yana—ibu kamu, gelas wine, dan teko air minggu lalu," kata Rose kemudian tertawa setelah berkata, "Astaga, apa aku sudah terdengar seperti pegawai homeware yang menawarkan berbagai produk terbaru kepadamu, Mikael?"
"Homeware. Ya, Rose."
Rose tergelak karena Mikael mengindahkan tingkahnya yang konyol sehingga ia melanjutkan, "Oke. Kalau begitu kamu mau ambil yang apa? Ah, maaf, tidak jadi dijual. Semua barang sudah pecah!"
"Silly Rose." Mikael menggelengkan kepalanya.
Sementara Rose tertawa, Mikael bahkan tidak punya keinginan sedikit pun untuk tersenyum. Pria itu melihat tawaan Rose sebagai sesuatu yang miris dan itu hanyalah cara Rose untuk menghibur dirinya sendiri.
"So, where are you going to sleep tonight? Apa perlu aku mengirim orang untuk mengecek apartemen kamu, Rose?"
Rose mengangkat kedua alisnya saat mendengar Mikael. "I'm going back to my room, Mikael. Dan tidak, tidak perlu mengecek apartemen aku. Kalau Raeden masih ada di sana dan menemui orang asing memasuki kamarku, yang ada dia semakin marah."
KAMU SEDANG MEMBACA
Fleurs Séchées | The Golden Shelf #1 [RE-WRITE]
RomanceA heartfelt tale. Michael Leclair has a neighbor. He never thought he would be able to love again after years had passed, but Rose Asmaralaya turned his world upside down in just a few weeks when she ran away and knocked on his door. For Michael, Ro...