180°|55.

208 11 0
                                    


180 Degree

Suasana pagi ini sangat indah, selain karena matahari yang bersinar cerah. Tapi juga karena Icha dapat menyaksikan keluarganya yang tampak bahagia. Mereka saat ini sedang berada di taman belakang rumah Danil.

Ayah dan Bundanya, sedang mengobrol di sampingnya. Mereka terlihat sangat serasi, dan bahagia. Icha dapat melihat tatapan hangat dari mata Danil, juga suara tawa Rahma yang sangat menyejukkan hatinya.

Tak jauh darinya, Echa, Angel, Ailee, dan Kayla tengah bercengkrama. Angel yang terlihat mulai berbaur bersama Echa, Ailee yang terus menjahili Kayla, dengan mengolok-oloknya dengan godaan-godaan  receh.

Ada juga Sean, Abi, dan Candra yang tengah bermain game online. Sesekali terdengar lontaran, kalimat-kalimat frustasi dari ketiganya.

Icha merasa bersyukur, dapat menyaksikannya. Sekarang, dia bisa beristirahat dengan tenang.

"Sayang, kamu mau sesuatu?" tanya Rahma menghampiri Icha.

"Mau peluk, bunda," jawab Icha merentangkan tangannya.

"Eh, eh, eh. Putri bunda jadi manja." Rahma membiarkan Icha memeluknya.

"Mau ikutan," ucap Danil, mendekati keduanya.

"Ets, gak boleh," larang Rahma, meletakkan tangannya di dada Danil.

"Kok gitu, ayah kan mau peluk Icha juga," protes Danil, sambil menepis tangan Rahma.

"Icha, harus kualititime sama bunda." Rahma semakin mengeratkan pelukannya, dan malah membelakangi Danil.

Danil hanya bisa mendengus pasrah, dia tidak akan pernah menang jika melawan Rahma.

Echa yang melihat itu, langsung mendekatinya. "Echa juga mau ikutan."

Rahma sontak melepaskan pelukannya, kemudian menghadap Echa. "Gak boleh, Icha cuma boleh peluk bunda."

"Kok gitu?" tanya Echa, sambil bersedekap dada.

"Bunda kan, ibunya," jawab Rahma enteng.

"Ayah, ayahnya," timpal Danil.

"Aku kembarannya," ujar Echa, tak mau kalah.

"Saya, Kakaknya." Aarav tiba-tiba datang.

Danil, Rahma, dan Echa menengok ke arah Aarav, yang berdiri di pintu dapur. Icha yang melihat itu, lantas tersenyum senang.

Aarav mendekati Icha, dan langsung memeluknya. Icha yang duduk di kursi roda, hanya bisa memeluk pinggang Aarav.

"Adik, kesayangan kakak. Apa kabar?" tanyanya sambil mengelus kepala Icha.

"Baik," jawab Icha.

"Cuma Icha aja nih, adik kesayangannya?" sindir Echa, sambil berjalan menghampiri mereka.

"Gimana mau jadi kesayangan, tiap di deketin nangis mulu," cibir Aarav.

Echa mendengus kesal. "Kapan? Enggak ya!" elaknya.

"Bunda," panggil Aarav mendekati Rahma. "Bunda ingetkan, dia selalu nangis pas Aarav deketin dulu?"

Rahma dan Danil saling bertatapan, memang benar apa yang di katakan Aarav.

"Iya sayang, dulu kamu selalu nangis pas Aarav mau main sama kamu," jelas Danil, dan Rahma langsung mengangguk mendengarnya.

Echa mengerutkan bibirnya, menyalahkan dirinya dulu.

"Kamu kan kesayangan aku," ujar Sean mendekati Echa.

Sontak perkataan Sean itu, membuat yang lainnya memilih menyibukkan diri. Sedangkan Echa merasakan panas di pipinya, lalu tersenyum dan memukul bahu Sean pelan.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang