180 Degree
Pagi hari yang cerah dan istirahat pertama sudah di mulai. Membuat semua penghuni SMA Merdeka merasa memenangkan lotre. Setidaknya mereka sedikit terbebas dari tugas-tugas yang menumpuk.
Seperti saat ini Sean, abi dan Candra tengah bersantai di pinggir lapangan basket indoor. Mereka duduk di bawah pohon rindang. Abi dan Candra berbaring di atas rumput hijau, yang mengelilingi pohon itu. Sedangkan Sean memilih bersandar saja.
Tak lama Abi melihat sosok tinggi gagah dan urakan, sedang mengejar bola basket yang menggelinding ke arah mereka. "Bro. Lo kan pernah ngerasain jadi sad boy nih, ceritain gimana rasanya lah," ucap Abi dengan nada bercanda ke arah Candra. Yang tentu saja tujuan Abi adalah untuk menyindir Isan.
Candra yang mengerti maksud perkataan Abi, sedikit terkekeh sebelum menjawab.
"Ya biasa aja sih. Toh gue masih mending dari salah satu murid yang katanya singanya SMA Merdeka," kata Candra sambil sesekali melirik Isan, yang tentu saja akan mendengar ucapan mereka."Emangnya dia kenapa can?" tanya Abi seolah-olah penasaran.
"Gue denger sih dia kalah telak sama temen kita. Dia yang berjuang eh malah dia yang terbuang," jawab Candra. Mereka tertawa puas seolah itu benar-benar lucu.
"Cewe juga gak sembarangan kali nyari cowo. Yang badboy bakal kalah sama goodboy," ucap Candra lagi.
Sedangkan Isan yang mendengar itu semakin panas. Dia bukan orang bodoh yang akan mengabaikan itu. Tanpa pikir panjang Isan melempar bola di tangannya ke arah pohon itu. Hingga menimbulkan suara nyaring. Bahkan Sean yang tengah tertidur, dengan headset di telinganya pun, ikut terhenyak kaget.
Mereka yang ada di lapangan itu menatap Isan heran. Mata elangnya terlihat sangat tajam, nafasnya memburu, bahkan urat-urat lehernya pun timbul sangat jelas, kedua tangannya mengepal kuat. Dia benar-benar tersulut emosi. Isan pergi menghampiri Abi dan langsung membogem pipi Abi keras. Hingga Abi jatuh tersungkur ke tanah. Candra dan Sean tentu tidak terima melihat temannya di perlakukan seperti itu. Sean maju dan langsung meninju wajah Isan, hingga sudut bibirnya mengeluarkan darah.
"Lo apa-apaan hah?!" teriak Sean mencengkeram kuat kerah kemeja Isan.
Isan mengelap sudut bibirnya, dia menatap tajam Sean. Isan juga langsung memukul wajah Sean, Sean yang memang tidak siap pun terjatuh. Isan terus memukul wajah Sean berulang kali.
Candra mencoba memisahkan mereka, namun sayang tenaga Isan benar-benar kuat.
Tak mau kalah, Sean kembali membalas pukulan Isan. Hingga mereka terlihat seperti sepasang petarung tinju.
Semua murid semakin berkumpul, ingin menyaksikan kedua murid populer itu beradu jotos.
Keadaan Isan dan Sean sudah sangat parah, sudut bibir mereka. Mengeluarkan darah, bahkan di pelipis mereka juga.
Sedangkan Icha, Angel, dan Riri. Yang tengah bersantai di kelas. Terheran-heran melihat murid-murid lain berhamburan ke lapangan. Riri langsung berlari keluar, dan menghentikan salah seorang murid perempuan. "Ini ada apa?" tanyanya.
"Sean sama Isan berantem," jawabnya terlihat buru-buru.
"Apa! Lo serius."
Perempuan itu mengangguk. "Udah ya. Gue mau kesana," perempuan itu langsung pergi menyusul teman-temannya.
Riri langsung kembali berlari ke kelas dengan heboh. "Cha, cha, cha, gawat!"
"Ri pelan-pelan napa. Ada apa sih?" tanya Angel.
Riri mengatur nafasnya pelan. "Sean sama Isan berantem," jawabnya cepat.
Icha yang tengah membaca menatap Riri penuh tanya, sama dengan Angel yang juga terlihat kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
Vericha Aflyn ✔️
Teen Fiction#Judul awal 180 degree.# Vericha Aflyn. Perempuan yang akan menginjak usia 17 tahun, dalam beberapa bulan lagi. Dia bukan perempuan yang haus akan popularitas, bukan pula perempuan polos. Dia hanya perempuan biasa-biasa saja, dengan kisah yang tak...