180°|35

93 15 2
                                    


180 Degree

Setelah di acuhkan oleh Isan, Icha memilih berjalan-jalan di sekitar rumah itu. Saat dirinya berjalan ke arah samping rumah, dia melihat Fitri yang sedang sibuk menyiram tanaman.

Icha berjalan menghampirinya. "Tante, suka bunga?" tanya Icha.

Fitri menoleh lalu tersenyum. "Iya, Tante itu suka banget sama bunga dari dulu."

Icha tersenyum untuk menanggapi ucapan Fitri, dia kemudian membungkukkan badannya, lalu menghirup aroma dari kumpulan bunga mawar di hadapannya.

"Kalo kamu sukanya, apa?" tanya Fitri.

"Aku juga suka bunga, Tante," jawab Icha.

"Kalo sama anak Tante suka, gak?"

"Eh." Icha yang mendapatkan pertanyaan tiba-tiba seperti itu, refleks menatap Fitri.

"Tante bercanda," ucap Fitri diselingi tawa. "Tapi kalo kamu suka juga gak papa," lanjutnya lagi.

Icha hanya tertawa canggung, mendengar ucapan Fitri. Dia mengedarkan pandangannya, rumah ini benar-benar indah. Berbagai bunga dan tanaman hias begitu tumbuh dengan subur.

Icha akan sangat betah jika harus tinggal disini, suasananya persis seperti kesukaannya, tenang dan menyejukkan mata.

Mata Icha terpaku pada sebuah sepeda berwarna kuning, yang bersandar pada tembok.

"Itu sepeda siapa, Tante?" tanya Icha.

Fitri memandang sepeda yang di tunjuk oleh Icha. "Ah, itu sepeda Tante."

"Boleh Icha pinjam?" tanya Icha lagi.

"Tentu. Tapi kalo kamu mau bersepeda sendiri, Tante gak izinin," jawab Fitri.

"Tunggu, biar Tante panggilkan Isan." Fitri berlalu masuk ke rumahnya.

Icha menghampiri sepeda itu, sepertinya akan menyenangkan bersepeda di sini. Menikmati setiap pemandangan, yang menyejukkan mata.

___

Setelah mendapat izin dari Fitri, Icha akhirnya bersepeda bersama Isan. Tentu saja dengan sepeda yang berbeda, Fitri meminjam sepeda milik tetangganya.

Icha terlihat bahagia, senyuman manis tercetak jelas di wajahnya. Bahkan sesekali dia menghirup dalam udara di sana.

Matanya sangat di manjakan, dengan hamparan sawah luas di kanan dan kirinya. Terdengar juga kicauan burung, dan gemercik air di pengaliran. Benar-benar suasana yang memabukkan.

Isan terus memperhatikan Icha yang terlihat bahagia, dia senang keputusannya membawa Icha, ternyata adalah pilihan yang tepat.

Isan bahagia, dia menjadi salah satu orang yang melihat sisi Icha yang seperti ini. Bukan perempuan dingin dan cuek seperti di sekolah, saat ini hanya ada Icha yang hangat dan ceria.

Isan benar-benar kagum pada Icha, dia gadis kota. Sejak kecil tumbuh dilingkungan yang sangat nyaman. Tapi lihat saat ini, dengan keringat yang mulai bercucuran di tambah matahari yang kian terik. Tak membuat dia mengeluh, apalagi berhenti. Justru dia terlihat masih sangat semangat, berbeda dengan dirinya yang terlihat sudah sangat kelelahan.

Icha berhenti karena ada hal yang menarik perhatiannya, sebuah sawah yang sedang di bajak.

Terlihat seorang pria paruh baya, yang sedang mengendalikan traktor. Peluh keringat membasahi tubuhnya, tak kenal panas ataupun lelah.

Di pinggiran sawah juga terlihat seorang anak laki-laki, berusia 9 tahun. Dia bermain lumpur seorang diri. Terlihat sang pria paruh baya, menyuruh anaknya itu untuk tidak bermain di sana.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang