180°|05. Revisi.

290 66 22
                                    

«Happy Reading»

"ISAN!"

"Eh, ibu Ratna. Ibu cantik deh hari ini. Apa lagi pake kerudung ijo, makin cantik." Seorang laki-laki yang di panggil Isan itu, menggoda seorang guru yang tadi memanggilnya.

"Kamu terlambat lagi Isan?" tanya Bu Ratna sang guru killer.

Isan cengengesan sendiri. "Enggak Bu. Cuma gak tepat watu aja."

"Sama aja Isan." Bu Ratna menekankan kata-katanya. "Saya itu udah cape ngurusin kamu. Nama aja kamu bagus kelakuan kaya pereman pasar," lanjutnya.

"Makasih ibu cantik. Saya tau ko saya itu ganteng. Ibu mah bisa aj-"

"GHAISAN HADDAD HAFUZA!" teriak Bu Ratna. Isan repleks menutup telinganya.

Isan melepas tangan dari kedua telinganya. "Ih! Ibu jangan teriak-teriak, nanti kuping saya lepas. Kan nanti kalo masuk berita gak enak dibaca. masa gini 'Berita terkini seorang siswa SMA Merdeka kehilangan telinganya setelah di teriaki seorang guru berkerudung ijo'. Masa gitu."

Bu Ratna menghela nafas lelah, "Isan, lari keliling lapangan 10 kali!"

"Baik laksanakan." Isan memberi hormat kepada Bu Ratna, dan berjalan ke lapangan untuk mengerjakan hukumannya.

Setelah kepergian Isan, Bu Ratna mengusap-usap dada dabar. Kenapa dia bisa memiliki seorang siswa seperti itu. Bu Ratna geleng-geleng sendiri memikirkannya.

Isan memang siswa paling bandel langganan BK di SMA Merdeka. Walaupun begitu, Isan adalah anak donatur terbesar, sulit untuk guru-guru mengeluarkannya. Isan sebenarnya anak yang cukup baik, hanya saja terkadang membuat guru-guru naik darah, akan kelakuannya.

«Vericha Aflyn»

"Cha kantin?"

"Enggak."

"Kebiasaan. ya udah gue duluan ya," ucap Angel beranjak dari duduknya.

"Ya." Icha pun bangkit dari duduknya, saat ini tujuannya bukan perpus seperti biasanya. Hari ini rasanya Icha ingin ke taman belakang.

Saat sampai di taman belakang Icha mengedarkan pandangannya. Sudah berapa lama dia tidak ke sini, dia berjalan ke arah sebuah pohon mangga yang cukup rindang. Saat sampai Icha perlahan menaiki pohon mangga itu, setelah sampai di atas Icha duduk di sebuah batang pohon panjang. Icha menyandarkan punggungnya pada batang utama pohon ini, kaki kirinya ia selonjorkan, sedangkan kaki kanannya ia tekuk. Satu tangan kanannya dia simpan di belakang kepala, dan satu tangannya dia simpan di perut. Icha perlahan memejamkan matanya.

Setelah beberapa menit merasakan kenyamanan, Icha membuka matanya setelah mendengar suara yang tak asing di bawahnya.

Sret sret

Sebuah cairan merah menyala, mengucur dari pergelangan seseorang yang duduk bersandar pada pohon mangga. Dari perawakannya Icha bisa menebak jika dia seorang laki-laki. Icha menutup matanya tidak ingin melihat kejadian ini lagi. Perlahan air matanya turun tanpa di minta. Seseorang dibawahnya itu tidak sedikitpun merasa kesakitan, dia malah semakin memperbanyak goresan itu. Icha sangat ingin menghentikan laki-laki itu tapi, bisakah?

Setelah puas menggores tangannya, Isan menutup matanya ingin menenangkan diri. Ya itu Isan. Ghaisan Haddad Hafuza sang bad boy sekolah. Isan adalah pengidap self injury, tapi tidak ada yang mengetahui penyakitnya itu.

Air mata Icha tetap mengalir, kenangan masa lalu kembali berputar dalam otaknya. Dimana seseorang yang ada dalam hidupnya, juga sering melakukan hal itu. Icha menyaksikan banyak hal pada orang yang mengidap self injury. Dulu Icha selalu mengecam, orang yang melukai dirinya sendiri seperti itu. Dulu Icha berpikir mereka adalah orang paling bodoh di dunia. Tapi setelah menyaksikan sendiri, mereka melakukan itu, Icha berubah pikiran. Ternyata mereka melakukan itu bukan tanpa alasan, atau hanya untuk membuat orang yang di cintai nya tidak pergi.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang