180°|42

94 14 0
                                    


180 Degree

Lantunan suara merdu yang diiringi petikan dari sebuah gitar, terdengar begitu indah. Lampu berwarna neon, menambah kesan romantis.

Berapa lama Icha tak datang ke cafe ini? Tapi suasananya masih sama, bahkan dia merasa Risma masih berada di sini.

Icha datang dengan penampilan berbeda, rambut panjangnya sedikit keriting di bagian puncak kepala, lalu bawahnya ia kepang panjang. Tak lupa sebuah kacamata, yang kerap kali di gunakan idol Korea. Ada juga hiasan tahi lalat, di bagian bawah mata kanannya.

Dia hanya ingin melihat, Adel. Karena jika dia datang dengan penampilan aslinya, dia takut Adel akan mengusirnya. Icha sungguh merindukan Adel, sudah berbulan-bulan dia tidak melihatnya.

Icha tersadar dari lamunannya, saat celotehan anak kecil mendekat ke arahnya. Icha menoleh dan mendapati Adel berjalan dengan seorang anak laki-laki, yang di perkirakan seusia Adel.

"Jangan warna hijau, bagusan yang warna pink!" ucap Adel sambil sesekali memukul, lengan anak laki-laki itu.

"Ih, pink kan buat cewek. Aku kan cowok!" jawab, sang anak laki-laki.

Adel duduk di sebuah kursi, tepat di depannya. Icha bisa leluasa memandang wajah mungil Adel.

"Gak boleh, aku maunya warna pink!" tegas Adel.

Anak laki-laki itu terlihat kesal, terlihat dari sorot matanya yang berubah tajam. "Ini kan ayam aku, kenapa kamu yang ngatur?"

"Itu juga ayam aku, kan uangnya patungan!"

"Tapi aku yang ngasih patungan lebih banyak, jadi aku yang ngatur warnanya!"

"Ih, nggak bisa gitu. Kamu itu harus ngalah sama perempuan!"

"Nggak mau, enak aja kok gitu?"

"Kamu ngeselin, aku gak ma--"

"Kenapa berantem?" potong Icha,karena gemas melihat pertengkaran mereka.

Adel dan anak itu menoleh ke arahnya, mata mereka saling pandang lalu sama-sama mengangkat bahunya.

"Ini kak, masa aku harus ngalah sama perempuan kan gak adil," adu anak laki-laki itu pada Icha.

"Nama kamu siapa?" tanya Icha lembut.

Mereka berdua berpindah duduk, di meja Icha. "Dallin," jawab anak itu.

Adel terlihat meneliti penampilan Icha, matanya memicing seorang merasa tak asing dengannya. "Kakak. Baru ke sini ya, kok aku baru liat?"

"Ah, i-iya. Kebetulan kakak lagi jalan-jalan di sini," jawab Icha gugup, berharap Adel tak mengenalinya.

"Aku Adel kak, nama Kakak siapa?" tanya Adel mengulurkan tangannya.

Icha menerima uluran tangan itu. "Veri."

"Nama kakak kaya cowok," komentar Dallin.

Icha hanya tersenyum canggung, rasa senang menyelimuti hatinya. Ingin rasanya Icha memeluk Adel sekarang juga, namun dia terlalu takut untuk melakukan itu.

Adel terlihat tumbuh dengan baik, wajahnya sangat manis. Pipi gembul, dengan mata bulat. Benar-benar sangat manis.

Dallin juga tak kalah tampan, di usianya yang masih belia. Bulu mata lentik, dengan lesung di pipi kirinya. Walaupun terbilang asing dengan Dallin, Icha bisa merasakan ketulusan di matanya.

"Kalian tadi mau beli, ayam?" tanya Icha.

Mereka berdua mengangguk, Adel dan Dallin memang berencana membeli seekor ayam yang berwarna-warni. Lebih tepatnya Adel yang begitu menginginkannya, namun karena Adel tak bisa minta pada papanya, jadilah Dallin harus patungan. Namun tetap saja, Dallin yang mengeluarkan uang lebih, dari yang mereka sepakati sebelumnya.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang