180°|24

125 19 6
                                    


180 Degree

Saat Icha masuk, rumahnya terlihat sepi. Waktu sudah menunjukkan pukul 18.39. Apakah mereka sedang pergi? Icha menaiki tangga, tapi suara seseorang membuat langkahnya terheti.

"Bagus ya. Anak gadis baru pulang jam setengah tujuh setelah gak pulang semaleman. Di bawa kehotel mana kamu?" ucap Rahma bundanya yang datang dari dapur, Rahma langsung duduk di sofa.

Icha menahan sesak di hatinya, tangisnya tidak boleh pecah saat ini. "Maaf bunda. Icha kema--"

"--Ohh jalangnya udah balik? Gimana? gajihan berapa lo?" ucap Echa menghampiri bundanya.

Icha menutup mata mencegah air matanya agar tidak turun. "Kemarin aku--"

"Ikut saya!" ucap Danil menarik tangan Icha.

"Akh! Ahh sakit yah." Icha terus saja mengerang saat pergelangan tangannya di tarik paksa.

Daniel membawa Icha ke gudang belakang, dia menendang pintu gudang itu hingga terbuka. Lalu dia mendorong tubuh Icha hingga terjatuh di lantai.

Icha bangkit dan memegang sikunya yang terasa tersengat. "Ayah. Icha bisa jelasin."

"Jelasin apa? Jelasin kalo kamu pergi sama cowok, bahkan gak pulang semaleman?" bantah sang ayah.

"Yah itu cuma temen aku."

"Temen seranjang maksud kamu?"

Daniel pergi ke sudut ruangan dan mengambil sebuah sapu lidi.

"Ayah mau ngapain?" ucap Icha waspada.

Daniel kembali menghampiri Icha, dan langsung mengikat tangannya dengan tali tambang. Icha diminta menaiki sebuah bangku, dengan tangannya yang di gantung.

"Ayah lepasin aku." Icha sudah tidak bisa menahan tangisannya. Hati dan jiwanya terluka.

"Ini hukuman, untuk anak tidak tau di untung seperti kamu."

Cepret cepret.

Satu, sapu lidi itu sangat menyakitkan.

Akhh sst.

Cepret cepret.

"Itu buat kesalahan kamu, karena udah buat Echa di tampar."

Icha menggigit bibir bawahnya, dia bahkan tidak tau jika Echa di tampar. Bagaimana mungkin itu kesalahannya. Air matanya terus mengalir deras, bahkan ketika matanya terpejam.

Setelah puas mencambuk betis Icha dengan lidi, sampai menyisakan bekas-bekas merah, bahkan sampai kulitnya terlihat lecet.

Danil segera meninggalkan tempat itu, meninggalkan Icha sendiri.

Pertahanan Icha runtuh, kakinya tak kuat lagi menopang tubuhnya. Dia berlutut walaupun lututnya tak sampai meja, ikatan tangannya semakin terasa kencang.

Icha menangis sejadi-jadinya, suara tangisannya menggema di seluruh ruangan. Siapapun yang mendengarnya, akan merasakan kesedihan yang amat dalam.

Tak lama seseorang berjalan ke arah Icha yang tengah menangis kencang. Sosok itu memegang lembut pipinya, posisi Icha yang menunduk dengan rambut terurai menghalangi wajahnya. Otomatis tidak mengetahui siapa orang itu.

Tapi sentuhan itu begitu hangat, sentuhan itu yang selama ini ia rindukan. Icha mendongak dan menemukan seorang pria dengan pakaian kesual. Celana skinny jeans berwarna putih, dengan kaos yang juga berwarna senada. Sepatu sneaker shoes putih, dengan rambut Curtain haircut, ala idol-idol Korea.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang