180°|46

96 14 1
                                    


180 Degree

Perpisahan. Satu kata yang mengandung banyak luka, tak ada satu orang pun di dunia ini yang ingin di tinggalkan. Apalagi oleh seseorang yang amat sangat di sayangi.

Namun perpisahan, akan selalu ada di setiap pertemuan. Terima atau tidak, itulah kenyatannya. Suatu hukum alam yang tidak akan pernah berubah.

Dan saat ini Icha ada diposisi itu. Perpisahan sedang menunggunya di depan sana, memintanya meninggalkan segalanya. Ingin menolak pun tak bisa. Sekuat apapun dia menguatkan hatinya, tetap tak ada yang berubah. Perasaan takut dan tak terima masih kentara di hatinya.

"Mau langsung, pulang?"

Sebuah suara dari sebelahnya membuat kesadaran Icha kembali, dia menoleh dan mendapati Isan tengah memasang sabuk pengaman.

"Satu, tempat lagi."

Icha akan berusaha melawan rasa takutnya, tapi sebelum dia pergi. Dia ingin menyelesaikan segalanya terlebih dahulu, dia tidak ingin pergi tanpa pamit.

"Puncak Bintang."

Isan terdiam sebentar, dia tahu tempat itu. Itu memang tempat yang sangat indah dikunjungi malam hari, terlebih hari ini juga akan segera berganti malam. Namun, dia ragu karena yang dia tahu tempat itu memiliki kisah spiritualnya tersendiri. Apa Icha tidak takut?

"Lo, yakin?"

Icha mengangguk pasti, sudah sejak lama dia ingin mengunjungi tempat itu. Walau ia tahu kisahnya, dan juga di sana tak bisa melihat sunset. Suatu kekurangan yang mengurangi keindahannya.

"Ya."

Mendapat keyakinan dari lawan bicaranya, Isan bergegas menyalakan mesin mobilnya dan mulai perjalanannya.

___

Sean, Candra, Ailee dan Kayla, menatap seorang pemuda yang duduk bersama mereka. Saat ini mereka ada di sebuah cafe, di pusat perbelanjaan di kota Bandung.

Echa juga menatapnya bingung. Pemuda di hadapannya ini, adalah orang yang beberapa hari lalu mengunjungi rumahnya, yang Danil dan Rahma sebut sebagai kakaknya.

Tidak ada satu orangpun yang berbicara. Membuat rasa penasaran, semakin menggila.

"Lo siapa?"

Akhirnya Sean mengakhiri suasana hening itu. Dia sangat penasaran dengan seorang pemuda, yang tiba-tiba saja meminta duduk bersama.

"Saya, Aarav."

"Hubungan lo sama Echa, apa?" Kali ini Ailee ikut bersuara.

Aarav memandang dalam, manik coklat milik Echa seolah meminta izin untuk memberi tahu mereka.

"Dia Kakak, gue," jawab Echa mendahului Aarav.

Terlihat mereka terkejut, dengan pernyataannya itu. Bahkan, Kayla yang biasa diam juga ikut terkejut.

"Bukannya, kamu gak punya Kakak?" tanya Sean, dan lainnya kompak mengangguk.

"Kami berdua baru bertemu beberapa hari yang lalu, sebelumnya saya memang tidak tinggal bersama mereka," jelas Aarav menjawab semua pertanyaan teman-teman Echa.

"Benar begitu, sayang?" tanya Aarav dengan sedikit penekanan.

Echa yang mendengar itu, sangat terkejut. Dia mengerti arah pembicaraan Aarav. "Bisa kita bicara ..., berdua?"

Aarav mengangguk, lantas meninggalkan mereka. Echa menatap masing-masing mata temannya, dia mengangguk seolah memberi tahu bahwa ini bukan apa-apa.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang