180°|06

264 64 21
                                    

«Happy Reading»


Pagi yang indah. Sinar mentari memancarkan sinar hangat, menyinari dedaunan yang berembun karena hujan semalam. Terlihat sangat indah, jalanan yang sedikit basah menambah kesan asri pagi ini. Seorang perempuan tengah berjalan santai di trotoar, sambil menikmati pagi yang indah. Tak jarang dia tersenyum ramah, pada orang-orang yang menyapanya. Gadis berkucir kuda dengan jas almamater berwarna hitam, dengan garis putih di kedua tangan dan kerah kancingnya. Tas hitam kotak dengan hiasan gantungan boneka beruang, membuat kesan sempurna dalam penampilannya.

Gadis yang terlihat manis, namun akan berubah dingin, dalam radius jarak 20 meter di depan sana. Seperti itulah Icha, entah apa yang membuatnya begitu dingin di sekolah, sangat jauh berbeda saat dia berada di rumah.

Saat sampai di gerbang, Icha berhenti dan mendongak menatap ujung pagar yang tinggi. Pagar hitam itu dibuat sangat runcing, membuat siapapun yang berniat memanjatnya akan terluka. Icha kemudian menatap lurus ke depan, di depannya saat ini terhampar lapangan luas. Entah apa yang menguasai isi kepalanya akhir-akhir ini. Dia terlihat sering menerawang jauh entah memikirkan apa. Hidupnya terasa biasa saja, tanpa warna. Icha sering merasa hidupnya penuh warna namun tak lama warna itu hilang.

Perlahan kakinya melangkah memasuki sekolah. Banyak murid-murid yang juga baru datang sepertinya. Icha langsung ke kelasnya, menyusuri koridor yang mulai ramai, oleh siswa-siswi yang bersantai sebelum bel masuk berbunyi.

Saat sampai, dia bisa melihat Angel sudah datang dan tengah bercerita ria bersama Riri. Perlahan dia menghampiri mereka.

Icha mendudukan diri di kursi kesayangan nya di meja keempat dari pintu, barisan ke dua berhadapan langsung dengan jendela.

"Hai Cha tumben baru dateng," sapa Angel saat melihat Icha duduk di sampingnya.

"Jalan kaki." Icha meletakan tas di belakangnya.

"Gue heran sama lo Cha, lo dari keluarga cukup berada. Kenapa suka banget jalan kaki, kan pasti lo punya mobil?" tanya Riri. Memang Icha tidak pernah menggunakan mobil ke sekolah. Bibinya juga sering memaksa Icha berangkat bersama Adel, hanya saja Icha sering menolaknya.

"Lebih sehat," jawabnya singkat.

"Jangan heran Ri. Icha emang kaya gitu dari dulu," jelas Angel. Dia cukup tau sahabatnya ini sangat menyukai udara pagi. "Eh iya Cha. Lo belum bayar utang," lanjutnya.

"Cha, lo ngutang apa sama Angel kok gue gak tau?" tanya Riri. Apa yang Riri tidak tau sekarang.

"RI, lo lemot sumpah," kesal Angel.

"Lo gak cerita Angel, kalo Icha ngutang." Riri menekankan kata-katanya. "Serius Cha? Berapa?"

Angel menjitak kepala Riri. "Hutang penjelasan, yang kemarin Icha gak masuk Ri," ucap Angel.

"Aw, sakit jel." Riri mengusap kepalanya. "Oh gue kira utang apaan. Eh tapi kan kemaren Icha udah jelasin, gak bisa turun dari pohon."

Icha hanya mengangguk menanggapi ucapan Riri.

"Ih Ri. Icha gimana bisa turun? Siapa yang nolongin?" Angel menghitung pertanyaannya dengan jarinya ."Ah jangan-jangan di tolongin cogan, kaya di drama-drama Korea yang sering gue tonton. Icha jatoh terus di tangkap sama cogan. Terus mereka pandang pandangan, terus saling senyum merona. Icha bulshing pipinya merah, terus di bawa ke UKS. Ah gue baper," ucap Angel lebay.

Icha hanya menggeleng pasrah, melihat tingkah dan cerita karangan Angel yang sungguh lebay.

"Tapi jel. Emangnya Icha bisa bulshing?" tanya Riri. Mereka kemudian tertawa puas, apalagi melihat ekspresi Icha yang terlihat marah.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang