180°|39

92 15 0
                                    


180 Degree

Suasana siang ini begitu tegang, panasnya matahari terasa kalah dengan panasnya ruangan di sebuah rumah mewah. Danil menatap nyalang, seorang pemuda di hadapannya. Tangannya mengepal menahan emosi.

"Sedang apa kau di Indonesia?!" tanya Danil mencoba tenang.

"Apa salah? Ini negaraku," jawab pemuda itu santai, dia malah sibuk dengan ponsel di tangannya. Tak peduli, ada Danil yang berdiri di hadapannya dengan tatapan ingin membunuh.

"Kembalilah, ke sana!" pinta Danil, lalu mendudukkan dirinya di samping pemuda itu.

Pemuda itu mengangkat wajahnya, lalu menengok ke arah Danil sambil berkata, "kenapa, apa Ayah tidak merindukanku?"

"Ini bukan waktu yang tepat!" jawab Danil cepat.

"Lalu kapan, apa saat salah satu dari adikku mati?!"

"JANGAN MACAM-MACAM KAMU!" teriak Danil, berdiri dan mencengkeram erat kerah kemeja yang di kenakan oleh pemuda itu. Tubuhnya terangkat, karena tarikan Danil. Satu tangan Danil melayang, ingin menampar wajahnya. Namun urung saat tatapan mata mereka bertemu.

Pemuda itu tersenyum miring, inilah Ayahnya. Seorang pria kejam, yang membeda-bedakan anaknya. Hanya kesalah pahaman kecil, Danil menghancurkan semua orang.

"Kenapa, bukankah Ayah akan menamparku?" tanyanya meremehkan.

"Kau semakin membangkang!" Danil melepaskan cengkeramannya, dan mendorongnya hingga kembali terduduk di sofa.

"Sebenarnya, apa yang terjadi di keluarga ini?" tanya seseorang yang berdiri di ambang pintu.

Mereka yang berada di sana, menoleh dan menemukan seorang perempuan yang amat mirip dengan Rahma.

"E-echa ...," ucap mereka bersamaan.

"Mengapa keluarga ini penuh dengan drama?" tanyanya lagi.

Danil menghampiri sang putri yang masih diam di depan pintu. "Sayang, ka-kamu sudah pulang? Naiklah, Ayah akan menjelaskan segalanya," pinta Danil lembut, sambil mengelus surai coklat milik Echa.

Namun Echa tak merespon dia masih terdiam, sambil menatap sang pemuda yang berdiri tak jauh darinya. "Ini pasti karena perempuan itu 'kan, Yah?"

Mereka tahu, siapa yang Echa maksud. Pemuda itu tak terima, dan langsung bergegas menghampiri Echa. Tangannya terkepal, dan langsung menampar pipi Echa.

Plakk

Echa terhuyung ke samping, untung saja Danil sigap menahan tubuh Echa. Jika tidak, mungkin dia akan terjatuh.

Bug

Danil yang emosi, meninju pipi pemuda itu. Hingga dia jatuh tersungkur, dan kepalanya yang terbentur pintu.

"Jangan lancang, kamu!" teriak Danil.

Pemuda itu mengusap sudut bibirnya yang terasa perih, dan ternyata di sana mengeluarkan cairan merah. Dia kembali tersenyum miring.

Sedangkan Echa, memegangi pipinya yang terasa panas. Wajahnya mengekspresikan raut terkejut, selama ini dia belum pernah melihat kemarahan Danil.

Danil yang Echa tahu, adalah seorang pria bijaksana, yang tak pernah bermain fisik. Namun yang Echa lihat saat ini, sangat jauh berbeda. Danil yang dia lihat saat ini terlihat seperti psikopat, yang tak pandang bulu pada mangsanya.

___

"Icha. Nanti kamu pulang di anter Angel dan supirnya, ya!" pinta Karin, memecah keheningan.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang