180°|49

136 13 2
                                    


180 Degree

"Vani Syakira," jawab Danil. "Saya pernah berencana membuat proyek dengan ayahnya, tapi saya batalkan di tengah jalan. Karena Bani—Ayahnya Vani, terseret dalam kasur penggelapan dana. Sejak saat itu, Bani di penjara, dan saya baru tahu ternyata dia sudah meninggal beberapa tahun lalu. Istrinya juga meninggal karena bunuh diri, jadi kemungkinan Vani melakukan semua ini untuk balas dendam," jelas Danil.

Rahma menutup mulutnya tak percaya, semua masalah ini di lakukan oleh Vani. Lalu apakan hanya ini saja?

Sean memilih tak ikut campur, dalam obrolan itu. Kepalanya sibuk menanyakan, kenapa nasib Echa seperti ini?

___

"Nomor yang anda tuju, tidak dapat di hubungi. Cobalah beberapa saat lagi!"

Isan mendengus kesal, pasalnya ponsel Icha tidak dapat di hubungi. Dia sudah menelponnya berulang kali, namun selalu operator yang menjawab.

Hari sudah berganti malam, tapi sejak kemarin Icha tak ada kabar. Ponselnya selalu saja tidak aktif. Angel juga selalu menerornya, menanyakan keadaan Icha. Membuatnya semakin kesal.

Drett drett

Ponsel Isan yang berada di kasur, bergetar tanda panggilan masuk. Isan sontak terduduk di ranjangnya, dan bergegas mengangkatnya, tanpa melihat nama sang penelepon.

"Halo. Cha, lo di mana? Kenapa ponsel lo gak aktif?" tanya Isan beruntun.

"Halo, ini saya," ucap seseorang di sebrang sana.

Isan menatap ponselnya, tertera nama Aarav di sana. "Kenapa?"

"Tolong, bantu saya! Saya ada di depan rumah kamu."

Isan berjalan ke arah balkon kamarnya, benar saja. Aarav berdiri di bawah sana, dengan penampilan sangat kacau. Dia kemudian turun untuk membukakan pintu, dan mempersilahkan Aarav masuk.

Aarav duduk di sofa, dengan pandangan kosong. Tak lama, Isan datang dari arah dapur dengan segelas air putih di tangannya.

Setelah meminumnya, Aarav memandang Isan memohon. "Tolong, adik saya dalam bahaya!"

"Adik?" ulang Isan. "Bukannya adik lo, udah meninggal?"

"Echa dan Icha adik saya, dan Echa saat ini dalam bahaya," jelas Aarav.

Isan kaget, dengan apa yang di dengarnya. Telinganya tidak salah dengar, bukan? "Lo gak bohong, kan?"

Aarav menggeleng. "Saya gak bisa jelasin sekarang, nyawa Echa dalam bahaya saat ini."

"Gue ngeliat Echa di bawa ke rumah sakit tadi. Emang bahaya kenapa, dia sakit apa?"

"Rumah sakit?"

"Dia sempet pingsan, tadi pagi. Justru yang gue khawatirin itu Icha, dari kemarin dia gak ada kabar."

"Icha? A-apa dia baik-baik saja, apa yang terjadi?"

"Gue curiga dia marah sama gue, karena siang itu gak jadi nganter dia pulang. Tapi semarah-marahnnya Icha, dia gak pernah sampe hilang kabar, selama ini."

Setelah itu Aarav, kembali bergulat dengan pikirannya. Memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang mungkin terjadi pada Icha.

Setelah lama berpikir, mereka memutuskan untuk pergi ke rumah sakit. Sekedar untuk membuktikan, siapa yang sebenarnya di culik.

Aarav, juga sudah menceritakan kasus penculikan ini pada Isan. Kekhawatiran mereka semakin memuncak, saat berjalan di koridor rumah sakit. Mereka tak dapat menerima, jika yang di culik adalah Icha.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang