180°|14

126 27 1
                                    

Icha sedang duduk sendiri di sebuah kursi yang di sediakan di sana. Dia asik memperhatikan Isan, yang sedang bermain bola dengan anak-anak panti. Tak lama bunda datang dan duduk di sebelahnya.

"Kamu sudah lama kenal Isan?" tanyanya.

Icha diam sebentar. "Kalo tahu udah hampir dua tahun Bun, tapi kalo deket baru beberapa minggu," jawab Icha.

"Menurut kamu Isan orangnya seperti apa?" tanya bunda lagi.

"Isan. Dia baik, walaupun nakal, sering tawuran, tapi dia tidak pernah menyakiti orang yang tidak bersalah. Banyak orang yang menilai dia sebelah mata." Jawab Icha.

"Dia melakukan kenakalan itu hanya ingin menutupi masalahnya," Icha beralih menatap bunda. "Orang tuanya bercerai saat Isan baru berumur enam tahun. Isan ikut ayahnya, tapi ayahnya sering meninggalkannya sendiri di rumah. Saya bertemu Isan di kantor polisi, saat itu dia tertangkap saat mengikuti balapan liar. Usianya saat itu batu 13 tahun. Awalnya saya kesana untuk melaporkan pencopetan, tapi saya mendengar dari beberapa polisi bahwa Isan sudah menginap dua hari di sana. Karena orang tuanya tidak ada ya g menjemput. Saya inisiatif menjadi walinya, awalnya polisi menolak. Tapi berkat bujukan saya waktu itu, akhirnya Isan bisa bebas. Lalu saya membawa Isan ke panti ini. Awalnya dia tidak punya teman dan hanya diam saja. Tapi setelah beberapa hari akhirnya dia mau bicara dan menceritakan masalahnya pada kami. Sejak saat itu Isan menjadi keluarga kami."

Bunda menghentikan ucapannya. Tangannya menyentuh punggung tangan Icha. "Tolong tetap berada disisinya, jangan pernah tinggalkan dia. Kamu tau, kamu orang pertama yang Isan ajak kesini. Itu artinya dia mempercayai kamu," ucapnya.

Icha menatap bunda lekat, kemudian tersenyum, dan memegang punggung tangannya. "Bunda tenang aja. Icha gak akan ninggalin Isan."

"Siapa yang mau ninggalin gue nih?" ucap Isan tiba-tiba muncul di depan mereka. Icha dan bunda saling menatap.

"Apa sih. Kamu salah denger," sangkal bunda Melinda. "Bunda mau masuk dulu, kalian ngobrol aja." Kemudian bunda beranjak pergi dari sana.

Isan duduk di tempat bunda tadi. "Cha ...."

"Hmn."

Isan memandangi wajah Icha lekat. Rambut hitam yang biasa di kucir kuda itu, kini terkepang kelasik. Anak rambut yang tidak terkepang tertiup angin pelan. Wajah natural tanpa make up, bibir yang tidak terlalu tebal itu sedikit di beri warna soft pink. Penampilan yang sangat sederhana, Icha hanya. Menggunakan Hoodie abu-abu dengan jens putih dan snekher putih.

Merasa di perhatikan Icah menoleh ke arah Isan. Pandangan mereka sempat bertemu, sampai akhirnya Isan memutuskan kontak mata itu. Keadaan menjadi sedikit canggung.

"Ka Icha!" ucap seseorang.

Icha menoleh dan mendapati seorang anak perempuan, tengah berdiri di dekat bunga mawar. Icha berdiri dan menghampirinya. Sedangkan Isan hanya bisa memperhatikan Icha.

"Kenapa?" tanya Icha.

"Kaka suka bunga?" tanya nya.

"Suka."

"Pantesan Kaka cantik kaya bunga," ucapnya lagi.

"Enggak ah. Ka Icha gak cantik kaya bunga itu," ucap Niko menghampiri mereka.

"Koko jahat. Ka ica itu cantik kaya bunga mawar ini," rengek syila. Ya anak perempuan itu syila.

"Kenapa? Ko pada ribut?" tanya Isan menghampiri mereka.

"Ka Ian. Koko jahat, ngatain ka Ica jelek," adu syila.

"Ih Lala. Koko gak ngatain ka Ica jelek ya," elak Niko.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang