180°|10

193 58 8
                                    


180 Degree

Siang yang panas membuat siapa pun enggan untuk keluar. Seperti Icha saat ini, dia sedang bersantai membaca buku di balkon kamarnya. Setelah pulang dari taman tadi, Icha langsung bersantai ria.

Tapi ke-santaiyan nya terganggu oleh suara dering ponselnya. Icha mengambil ponselnya yang terletak di meja sebelahnya.

Terdapat no tidak di kenal di sana. Seingat Icha dia tidak pernah membagi nomernya sembarangan. Tadi dia pikir itu Angel, karna biasanya, yang mengganggu waktu minggunya adalah Angel.

Icha menggeser tombol hijau yang tertera di ponselnya.

"Halo."

"Hai," ucap seseorang dari sebrang sana.

Icha mengerutkan keningnya. Seorang pria, siapa ini? "Siapa?" tanyanya.

"Cowo paling ganteng di SMA Merdeka," ucapnya.

Icha bisa mendengar dia terkekeh, sekarang hanya ada satu nama yang ada dalam pikirannya.

"Mau apa?"

"Mau nagih janjilah, apa lagi. Lo harus dateng ke rumah gue," ucap isan di sebrang sana.

"Kenapa di rumah lo?"

"Ya masa di KUA."

"Gak lucu."

"Iya tau. Gue tuh emang lucu."

Tut Tut Tut.

Icha memutus sambungan telpon itu sepihak, baginya orang seperti Isan tak perlu terlalu di tanggapi. Icha kembali mengambil buku yang ia letakan di meja.

Saat Icha tengah asik membaca, ada sebuah pesawat kertas mendarat di dekat pagar pembatas. Icha meletakan buku yang dia pegang dan menghampiri pesawat itu.
Ada sebuah tulisan di sana.

"Jangan ingkar janji."

Isan. Satu nama yang langsung melintas di pikiran Icha. Apa dia disini? Icha celingak-celinguk mencari keberadaan Isan. Tapi tidak ada siapapun si sini. Icha melihat ke arah bawah, namun nihil tidak ada Isan disana.

Tak lama ada sebuah pesawat kertas lagi, yang berhenti tepat di kaki Icha. Dia mengambilnya, ada tulisan lagi di sana.

"Cha ini gue jatoh. Mati gak ya?"

Icha berjalan ke arah ujung balkonnya yang berbatasan langsung dengan rumah tetangga. Icha bisa melihat Isan berdiri, sambil merentangkan tangannya menahan keseimbangan tubuhnya.

Isan mendongak menatap Icha. "Cha ini tingginya berapa meter?" tanyanya.

"Mungkin dua meter," jawab Icha sambil bersedekap dada.

"Oh kalo gue jatoh mati gak?" Tubuh isan bergerak kedepan dan belakang, mencoba menahan keseimbangan.

"Tergantung. Kalo lo jatuh terus kepala lo kena batu pasti mati," ucap Icha santai.

"Kalo enggak?"

"Mungkin patah tulang."

"Cha bantuin gue turun napa." Isan menggigit bibir bawahnya.

"Siapa suruh naik ke sana." Icha berlalu pergi masuk ke kamarnya.

"Baru kali ini gue ketemu cewe setega dia," gerutu Isan masih mempertahankan keseimbangannya.

Merasa keseimbangannya mulai tak terkendali, Isan melemparkan tas yang tersampai di bahunya. kemudian dia melompat turun dari tembok pembatas. Beruntung dia tidak luka saat turun tadi, Saat Isan menepuk-nepuk tangan dan lututnya. Tak lama Icha datang menghampiri Isan.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang