180°|40

105 16 0
                                    


180 Degree

Icha tidak pernah menyangka, bahwa orang yang ia kenal ternyata saling berhubungan.

Seperti saat ini, dua orang yang sangat dia hormati ternyata adalah keluarga. Ternyata benar, buah jatuh tak jauh dari pohonnya.

Aarav ternyata adalah anak dari vani, seorang perempuan yang pernah dia tolong sewaktu masih di Jakarta. Kejadian itu sudah hampir 6 tahun, dan kini mereka kembali di pertemukan di Bandung.

Icha bisa merasakan, kasih sayang seorang Ibu dari Vani dan Kakak dari Aarav. Andai saja dia terlahir dari keluarga ini, kehidupannya pasti akan bahagia. Itulah pikirnya saat ini.

"Icha! Nasi gorengnya kok gak dimakan, gak enak ya?" tanya Vani.

Icha menggeleng. "Enak kok, Tante."

"Kamu harus banyak makan Cha, biar ada dagingnya," ucap Aarav bercanda. Apa kalian tahu bagaimana perasaan Aarav saat ini? Sungguh dia merasa sangat bahagia, dia benar-benar melihat Icha sebagai adiknya.

Icha hanya memandang Aarav malas, jika dia merespon tak terima. Maka urusannya akan panjang, jadi lebih baik diam saja.

Wajah Aarav berubah sendu, hatinya terasa ngilu melihat Icha menjadi cuek seperti ini

___

Di sebuah kamar berukuran kecil, seorang perempuan sedang duduk bersimpuh di lantai dekat sebuah nakas. Matanya menatap sebuah pigura berisi foto, di sana terdapat 3 orang perempuan berbeda generasi.

Tangannya mengusap-usap salah satu wajah yang ada di sana, seolah menyalurkan rasa rindu yang amat dalam. Sampai tak terasa satu tetes cairan bening meluncur di pipinya.

Dia kemudian memeluk pigura itu begitu erat, tangisannya pecah. Dia terus terisak, sambil memeluk foto itu. Tolong siapapun, bantu dia mengalahkan egonya. Bantu dia memperbaiki kesalahannya.

Setiap malam, dia datang ke kamar ini hanya untuk menemui putrinya. Dia Rahma, seorang Ibu yang di kuasai oleh ego. Membuatnya menyia-nyiakan kesempatan bersama sang putri.

Rahma selalu datang ke kamar Icha, melihat putrinya yang tertidur dengan lelap. Namun tak jarang, dia melihat Icha gelisah dalam tidurnya. Saat itu, rasanya ingin sekali Rahma memeluknya. Namun lagi-lagi, ego itu datang menguasai dirinya.

Rahma hanya mampu menatap Icha saat tertidur, karena jika dia terbangun. Entah mengapa emosi selalu, menguasai Rahma. Membuatnya selalu membentak Icha. Dia seolah di kuasai oleh sesuatu yang tak kasat mata.

"Ma-maaf 'kan Bunda,sayang ...," ucap Rahma parau, sambil mengelus wajah sang putri. Berharap perkataannya itu akan terdengar oleh Icha.

"Bunda begitu merindukanmu selama 17 tahun ini ...." Rahma tak mampu meneruskan kata-katanya, rasanya begitu perih saat dirinya menyadari merindukan Icha.

Bukan. Bukan, karena dia membenci Icha. Tapi karena kenyataan, bahwa orang-orang yang begitu dia sayangi harus meninggal karena Icha.

Rahma sempat berpikir akan memperbaiki hubungannya dengan Icha, saat dia dan Echa kembali ke Jakarta. Hatinya mulai menerima jika yang terjadi kepada Ibunya, itu adalah takdir.

Namun semesta seolah tak mengijinkan itu, Rahma kembali di buat terpukul. Saat sang adik juga meregang nyawa karena Icha. Hatinya kembali di selimuti luka, dan dia membenci itu.

Rahma benar-benar ingin ini semua segera berakhir, dia ingin menyelesaikan segalanya. Dia sangat lelah, jika harus hidup dengan berpura-pura seperti ini. Hati terdalamnya ingin memeluk Icha, namun tubuh dan otaknya menolak. Rahma merasa tersiksa dengan semua ini.

Vericha Aflyn ✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang