"Kampret!! Masih delapan puluh tujuh lagi, gimana nih? Baru satu aja udah begini malasnya gimana mau delapan puluh tujuh lagi."
Sedari tadi Jilan terus mengumpat dan mengeluarkan gumaman dengan kata-kata kasarnya. Malas sekali rasanya kembali menjadi tukang cuci motor. Ini baru dua hari ia menekuni ini dan sudah begini rasanya, lelah. Jilan ingin pulang, ganti baju dan pergi main bersama Natha, Rayn dan yang lainnya.
Jilan melirik kearah Axel yang seolah tak ada apa-apa dan malah tertawa bersama anak-anak Kartika lainnya. Jilan tau bahwa cowok itu bolos sehabis istirahat terlihat sekali Ia selesai bangun tidur.
"Xel, kapan pulangnya?" Jilan berteriak dari arah motor Diro.
"Kapan-kapan," jawab Axel acuh.
Jilan memutar bola mata malas. Memang salahnya juga, kerja juga baru sudah minta pulang saja. Jilan menatap sekelilingnya, ternyata air cuci motor ini sudah becek dimana-dimana. Markas anak Pekar ternyata luas, ini saja sudah ada tempat pencucian gratis bagi yang ingin mencuci motor disini.
Gercep, kayaknya Jilan harus cepat-cepat mencuci supaya selesai. Nampaknya, hari ini ia harus berjanji lagi untuk menyicilnya besok karena Jilan yakin bahwa motor sebanyak ini tak akan selesai Ia cuci hari ini.
Selesai, tapi baru dua. Nggak pa-pa yang penting ada kemajuan, Batin Jilan senang. Ia pun melangkah duduk ke Warung Pekar tempat dimana anak Kartika duduk sehabis pulang sekolah. Jilan mengambil sebotol air mineral untuk ia teguk habis.
"Ngapain lo duduk?"
Dasar mulut laknat, nggak punya otak, nggak tau apa orang capek!! "Gue capek kenapa emangnya? Nih rasain."
Jilan melemparkan botol bekas air mineral yang Ia minum tadi pada Axel dengan kuat. Enak saja cowok itu ngomong nggak bolehin Jilan duduk saja. Apa itu cowok ingin membunuh Jilan yang cantik bin unyu enyes ini? Oh, tidak. Jilan masih ingin nikah!!
"Sakit tahu!! Lo itu dikasih hati malah minta Ayam."
"Ya iyalah, secara ayam lebih enak dari pada hati!! apalagi kulitnya, eugh enak banget!!" balas Jilan sengit.
Axel mengeram kesal. Dosa apa yang Ia perbuat sehingga bisa bertemu makhluk seperti Jilan? "Lo mau?" Jilan mengangguk antusias.
"Beli sana!!"
Asik!! Jilan diperbolehkan membelinya, itu artinya Jilan bisa... kabur. "Oke gue per--"
"Rivan, lo beliin dia apa yang dia mau, mana uang lo?" Axel menyerahkan tangannya pada Jilan untuk meminta uang gadis itu.
"Bukannya?"
"Bukannya apa? Bukannya elo yang mau beli kan? Jangan lo bodohi pikiran cermat gue deh. Gue udah tau dengan lo pura-pura beli makanan terus nantinya lo kabur kan?" terka Axel tertawa renyah.
Jilan berdecih, gagal lagi. "G-gue nggak ada niatan gitu kok. Lo suudzon dosa tahu," balas Jilan kikuk.
"Ciuh, nggak ada yang suudzon. Sini gue beli!!" Rivan juga mengulurkan tangannya pada Jilan.
Jilan bangkit dari duduknya dengan kesal lalu berkata. "Nggak jadi, gue udah kenyang lihat kalian semua."
"Woy, tunggu." Axel memegang pergelangan tangan Jilan.
"Apa?" tanya Jilan sengit dengan mata terpicing.
"Apa beda lo sama kembaran lo itu?" tanya Axel.
Bukannya kepo, Axel hanya ingin tahu apa perbedaan nya nanti jika suatu hari nanti ia salah panggil atau malahan sebaliknya maka Axel ingin tahu dari sekarang supaya makin jelas.

KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Teen FictionJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...