Axel tertawa kecil melihat kelakuan tak waras para teman-temannya. Kemarin, adalah hari kelulusan mereka semua, maka hari ini mereka mengadakan pesta kecil-kecilan di rumahnya. Disini bukan hanya teman Axel, ada satu orang cewek yang bahkan tak diundang Axel tetapi diundang mamanya, Jinan.
Tampak, Jinan begitu senang melihat mereka yang juga tertawa. Andai posisi Jinan bisa diganti dengan Jilan. Ia akui, Jinan memang lebih cantik, baik, lembut dan semua sikap yang berarah 'baik' tertuju padanya. Namun, apalah daya yang namanya cinta, walaupun Jilan jauh dikatakan baik, hati ini tetap untuk Jilan, Jilan Agatha.
"Lo mau daftar kemana?" Diro, cowok itu bertanya pada Axel. Meminta persetujuan pada sahabatnya itu, jika Axel kuliah disini, ia juga akan disini.
Axel memandang Diro. Jika ia tahu dimana Jilan berada, ia akan pergi menemui Jilan dan sekolah di sana. Semua perjuangannya sia-sia. Natha tetap dengan pendiriannya, tak mau memberi tahu dimana Jilan sebenarnya. Sebelum berangkat sekolah dan menjemput Jinan, Axel menyempatkan diri untuk mengetuk pintu rumah Natha pagi-pagi buta bahkan cewek itu belum bangun.
Bukan jawaban yang ia dapatkan ketika ke rumah Natha pagi-pagi. Melainkan usiran yang menyuruhnya untuk 'pergi'. Axel tak tinggal diam, itu bukan alasan yang jelas menurutnya. Berbulan-bulan ia melakukan itu, dan terakhir Natha berkata lebih baik ia menjaga Jinan saja, menerima Jinan apa adanya, menganggap Jinan sebagai Jilan. Axel sudah mencoba, namun rasanya tetap sama, hambar.
"Gue nggak tau, gue cuma mau Jilan."
Jinan, cewek itu terdiam. Mendengar nama Jilan yang lagi-lagi menjadi topik dari perbincangan mereka membuatnya muak. Usaha yang telah ia bangun, membuat Axel jatuh cinta padanya gagal total hanya karena Axel masih ingin Jilan. Sakit, sakit rasanya. Disaat Jilan sudah pergi sekalipun orang-orang masih menyayangi nya. Bahkan Ochi, lebih parah dari sebelumnya, kacau.
"Jilan udah pergi. Apa salahnya sih tinggal move on doang," timpal Leon berdecak.
Leon tak suka melihat sahabatnya yang satu itu selalu menginginkan Jilan dalam satu waktu. Ia tahu bagaiman perasaan Axel pada Jilan. Tapi, tak baik juga kalau harus mikirin orang yang dia sendiri tak tahu dimana.
"Dia nggak pergi. Dia selalu ada di hati gue. Gue bakal cari Jilan sampai ketemu nggak perlu seberapa berat rintangannya." Axel menekankan setiap katanya. "Gue cuma mau dia, Jilan."
"Axel, ada orang yang lebih serius dan mau nerima lo apa adanya," ujar Rivan melirik sekilas pada Jinan yang menunduk.
Axel tau orang yang dimaksud Rivan. Apalagi dari lirikan matanya sudah jelas sekali kalau itu adalah Jinan. Sungguh, selama ini Axel tidak memberi harapan pada Jinan. Ia hanya ingin menjalankan perintah dan harapan dari mamanya-Nela, papa Jinan-Sofyan dan mama Jinan-Ochi. Mereka hanya tak ingin jika terjadi apa-apa pada Jinan disekolah.
"Gue lebih serius sama Jilan."
Keadaan hening, melawan Axel ketika berbicara tentang Jilan mereka akan kalah. Cowok itu selalu berharap jika Jilan akan ada disisinya lagi, bahkan Axel pernah berkata jika ia akan menikahkan Jilan ketika mereka bertemu nanti, supaya Jilan tak pergi lagi, katanya.
Mereka semua sudah tahu, bagaimana perjuangan Axel hanya untuk mengetahui dimana Jilan berada. Rasa iba, kasihan dan tak rela mereka berikan untuk Axel. Bahkan disaat penolakan Natha ia masih mencari keberadaan Jilan dengan segala cara, namun hasilnya masih sia-sia. Lelah dan capek bukan alasan Axel untuk tidak menungggu Jilan, sampai kapan pun ia akan tetap mencari Jilan, sampai ketemu.
"Jadi kita kuliahnya dimana?" tanya Ragil, serius.
"Gue mau disini aja," ujar Diro yang di angguki Leon dan Rivan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Roman pour AdolescentsJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...