Khusus pagi ini Jilan terbangun dengan sendirinya dan lebih awal dari biasanya. Sekarang pukul lima pagi dan kini Jilan berencana ingin sholat subuh setelah lamanya ia tak mengerjakan ibadah tersebut karena mengantuk dan ketiduran.
Selesai sholat, Jilan berdoa agar diberikan kemudahan dalam menerima pelajaran dengan lapang dada serta kemurahannya dalam pindahnya Jilan ke Kartika. Hari ini Senin, Jilan akan resmi menjadi siswi SMA Kartika, SMA dimana musuh bebuyutan SMA Angkasa.
Setelah semuanya selesai Jilan pergi ke dapur untuk sarapan. Setibanya di dapur Jilan berdecak kagum melihat kondisi meja makan yang masih sepi. Dalam hati, Jilan berkata, ternyata begini kondisi dapur selama ini di pagi hari.
Seraya menunggu masakan selesai, Jilan memilih duduk dimeja makan dan memainkan hpnya memberi kabar pada Natha bahwa hari ini, Ia sudah tak bersekolah di Kartanegara lagi.
"Jilan...."
Jilan menengadah keatas menatap wajah Ochi yang keliatan segar. Jilan tersenyum lalu berdiri dan mengecup pipi Ochi sekilas.
"Kenapa?" tanya Ochi mengelus kepala Jilan.
Jilan menggeleng tanda tak apa. "Nggak papa, ternyata gini ya kondisi dapur di pagi hari." Jilan mengamati lagi kondisi dapur.
"Tumben bangun nya pagi, biasanya... Mama pikir kamu Jinan ternyata Jilan," ujar Ochi melangkah ke kulkas mengambil bahan makanan.
"Sini biar aku bantu." Jilan mengambil sayur yang ada digenggaman Ochi.
"Sana duduk, biar Mama yang masak." Ochi mengambil alih pisau yang dipegang Jilan untuk memotong sayuran.
Jilan mendengus kesal, jika saja Jinan yang membantu pasti Mamanya setuju. "Jinan tumben kok belum bangun ya." Jilan menyahuti.
"Iya juga ya, nggak biasanya," timpal Ochi heran.
Biasanya Jinan adalah orang pertama yang bangun di rumah ini bahkan mendahului Bibik datang sekalipun. Lalu Jinan bertugas untuk membangunkan Juna berlanjut pada Jilan yang harus menguras tenaga Jinan untuk sekedar membangunkannya saja.
"Jilan keatas dulu, lihat Jinan." Jilan beranjak menuju kamar Jinan.
Jilan menaiki tangga dengan langkah pelan, setibanya didepan kamar sang kembaran yang tepat berada di samping kamarnya Jilan langsung masuk tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu memang begini kebiasaannya masuk tanpa mengetuk pintu.
"Nan." Jilan menggoyangkan badan Jinan dengan pelan.
Tangan Jilan terasa panas saat tak sengaja menyentuh dahi dan tangan Jilan. Rasanya Jilan... demam, ya, itulah yang Jilan rasakan ternyata kakaknya ini demam lalu kenapa Jilan tak juga demam? Ish, andai saja Jilan juga demam pasti lebih seru.
Tak sampai disitu saja, Jilan pergi kebawah mengambil kompresan untuk Jinan supaya demamnya agak mendingan. "Ma, Jinan kayaknya sakit deh."
Ochi langsung mematikan kompornya mendengar ucapan Jilan. "Demam kenapa?" tanya Ochi memandang Jilan yang sedang meletakkan es batu di mangkok. "Perasaan tadi malam, Jinan baik-baik aja." Ucap Ochi mulai khawatir.
"Jilan ke atas, Ma. Mau kompres Jinan."
Ingin melihat kondisi anaknya lebih lagi, Ochi ikut mengekor dibelakang Jilan menuju kamar Jinan. "Jinan, kamu kenapa, Nak?" tanya Ochi memeluk Jinan.
"Baringan dulu deh, Nan. Susah nih ngompresnya."
Jinan hanya menurut lalu berbaring dan Jilan pun mulai menempelkan kompresan pada keningnya. "Ma, Jinan nggak bisa sekolah Ma. Kepala sama badan Jinan sakit," ucap Jinan serak.
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
Подростковая литератураJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...