Untuk part terakhir, jangan lupa vote, ya.
Selamat membaca🙂
***
Entahlah, semuanya terjadi begitu saja. Seakan-akan dunia berhenti berputar. Ini benar-benar terasa mimpi, mimpi yang tak akan pernah terjadi. Di sana, tanah yang tadinya digali kini ditutup lagi dengan tanah. Semua keluarga tak kuasa menahan air mata. Ochi sudah pingsan dan tak sanggup mengantarkan sang anak ketempat peristirahatan terakhirnya. Jilan, ia berusaha kuat meski kakinya tak sanggup untuk berdiri.
Flashback
Siang itu, Jinan sudah kembali baikan sedikit. Dia lebih banyak berbicara dengan mengoceh serta tertawa bersama Axel. Tawa itu mungkin yang menjadi tawa akhirnya? Ntahlah, semuanya terasa hampa.
"Axel, kamu keluar deh beliin aku minuman yang pakai lemon pokoknya, atau yang seger-seger itu!" pinta Jinan.
Axel yang tak merasa curiga pun langsung keluar membelikan apa yang Jinan minta. Setelah dirasa tenang, tak ada orang disekelilingnya karena Sofyan, Ochi, Riana dan Juna pulang, tiba-tiba pikiran Jinan melayang pada kematian. Ia ingin mati, ia tak ingin membuat beban bagi kehidupan orang lain. Matanya menatap segelas air putih yang berada di atas meja. Dengan sengaja ia menyenggol gelas itu sampai pecah ke lantai. Bagian pecahan kaca yang paling tajam dan runcing, Jinan gunakan untuk membuat goresan tepat pada Urat Nadi. Ya, pikirannya sangat singkat, rasa sakit menjalar di sekujur tubuhnya. Hingga beberapa menit kemudian semuanya menjadi kabur, tak terlihat dan gelap.
Setelah hampir satu jam mencari minuman segar, Axel segera memasuki ruangan Jinan. Betapa terkejutnya ia melihat darah yang mengalir dari pergelangan tangan Jinan. Dengan cepat, ia memanggil dokter dan menelpon keluarga Jinan. Axel khawatir, ia sudah menerima Jinan, melupakan Jilan dan hanya fokus pada Jinan. Selang beberapa menit, Jilan datang dan langsung memeluk Ochi, hingga mereka berdua disuruh dokter untuk masuk. Axel sempat terkejut ketika Jinan meminta Jilan untuk memakai cincin pertunangan mereka. Apalagi, Jinan yang ingin Axel dan Jilan bersatu. Disisi satu, Axel bahagia, dilain sisi ia merasa tak kuat melihat Jinan yang benar-benar pucat, hingga nafasnya tak beraturan.
Dokter dan Ochi pun masuk, Semuanya terlihat risau. Jilan sudah berada di pelukan Sofyan dengan erat. Riana menangis disudut dan Juna yang berada di samping Axel. Suara nyaring Ochi memanggil Jinan seraya berkata 'tak mungkin' menggema di sampai keluar. Jilan makin tak karuan dan langsung mendobrak pintu ruangan kasar.
"JINAN... LO KENAPA? DOKTER, JINAN KENAPA? DOKTER, MAMA JAWAB, MA!! JINAN LO KENAPA? JINAN!!" Jilan berteriak seraya mengguncang badan Jinan.
Jilan tak kuat, apalagi melihat Ochi yang sudah pingsan dalam pelukan Sofyan. Jilan terus mengguncang bada Jinan kuat. Air mata dan teriakannya menjadi saksi bisu rapuhnya seorang Jilan Agatha. "JINAN... LO KENAPA? LO PASTI PRANK GUE, KAN? LO KENAPA, NAN!?"
"Sabar dan ikhlaskan," ucap dokter yang menangani Jinan selama ini. Ia berusaha untuk menarik Jilan agar keluar.
"NGGAK. LO NGGAK ADA HAK LARANG-LARANG GUE!! DIA KEMBARAN GUE, GUE YANG BERHAK ATAS DIA!! JINAN BANGUN!" teriak Jilan, menyadarkan bahwa ini adalah mimpi semata.
"Jinan, lihat. Lo belum pakai baju couple yang gue beli. Katanya lo mau pakai baju couple sama gue. Tapi, ternyata lo bohong, lo pembohong. Belum sampai lo pakai ini baju lo udah pergi. LO JAHAT!" teriak Jilan seraya melempar kresek hitam yang berisi baju couple itu sembarangan.
![](https://img.wattpad.com/cover/251565503-288-k922166.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DIFFERENT TWINS [ END ]
TienerfictieJilan Agatha. Sifatnya susah diatur dan tak mau diatur, berbanding terbalik dengan kembarannya. Jilan panggilannya, kelakuannya jauh dari kategori 'baik.' Pulang malam sudah menjadi rutinitas rutin dalam hidupnya. Mempunyai saudari kembar yang tak...